Jumat, 01 Januari 2010

Tanah Fadak


Fathimah, putri satu-satunya yang sangat dicintai Nabi Muhammad SAW, menuntut warisan tanahnya di Madinah, Khaibar, dan juga tanah Fadak, yang Rasul peroleh dari orang-orang Yahudi tanpa paksaan. Nabi Muhammad telah memberikan harta tersebut untuk kelangsungan Ahlulbait dan pengikutnya atas perintah Allah. Akan tetapi harta-harta tersebut diambil alih setelah Nabi wafat.

Khalid menuliskan, persoalan selanjutnya yang diketahui adalah warisan Nabi Muhammad, kebun Fadak. Pertama-tama kita harus memastikan apakah Nabi Muhammad memiliki harta pada saat ia wafat. Kita mengetahui bahwa setelah turunnya wahyu, Nabi Muhammad tidak memiliki penghasilan. Seluruh waktunya ia persembahkan untuk berjuang di jalan Allah.

Di Mekkah, penghidupannya berasal dari harta yang Khadijah miliki dan setelah hijrah ke Madinah ia benar-benar tidak memiliki apa pun. Kemudian, saat perang melawan orang-orang kafir dimulai, Nabi menerima wahyu agar mengambil lima bagian dari harta rampasan (QS. al-Anfal :41).

Penghasilan Nabi Muhammad diperoleh dari beberapa mata air yang ditinggalkan oleh Bani Nadhir di Madinah. Nabi Muhammad biasanya menggunakan penghasilannya untuk menghidupi keluarganya dan sisanya ia keluarkan di jalan Allah. Perhatikan bahwa harta ini bukan harta yang dimiliki oleh Rasulullah tetapi harta yang digunakannya sebagai pemimpin agama Islam.

Jelaslah bahwa ia tidak mengumpulkan harta untuk diri pribadi. Haknya ini hanya berlangsung selama ia masih hidup dan ia telah menjelaskannya ketika masih hidup. Bukhari, Muslim dan Ahmad meriwayatkan, “Aku tidak mewariskan apa pun. Apa saja yang kutinggalkan adalah untuk istri-istriku dan membayar hutang-hutangku serta sisanya adalah untuk amal.” Mari kita perhatikan bagaimana persoalan warisan ini muncul dan tindakan apa yang dilakukan oleh para khalifah.

Untuk menanggapi pandangan di atas, pertama-tama, kami ingin menyebutkan ayat Quran yang disebutkan saudara Khalid mengenai Khumus. Meskipun keluar konteks, tetapi tidaklah salah menyebutkan, bahwa kata khumus (secara literal artinya seperlima) tidak terbatas hanya pada harta rampasan perang melawan orang-orang kafir.

Kami akan menyandarkan persoalan ini pada hadis, tetapi sebelumnya kita akan menyebutkan ayat berikut:
Dan tahukah kalian (hai orang-orang beriman), bahwa segala yang kamu peroleh seperlimanya milik Allah, dan Rasulnya, dan keluarga (Rasul), serta anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan... (QS al-Anfal :41).

Hadis berikutnya dengan jelas menyebut bahwa humus tidak terbatas pada harta rampasan sebagaimana yang diyakini saudara kita Sunni.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas utusan – utusan suku Abdul Qais menemui Nabi Muhammad dan berkata ya Rasulullah kami berasal dari suku Rabiah dan diantara kami dan engkau ada orang – orang Kafir dari suku mudar. Oleh Karenanya kami tidak dapat datang kepadamu kepdamu kecuali di bulan Haram.

Perintahkanlah kepada kami sesuatu agar kami dapat melakukannya sendiri dan mengajak kaum kami juga mengawasinya.” Nabi berkata, “Aku memerintahkan kamu untuk melakukan empat hal. Aku perintahkan kalian untuk beriman kepada Allah, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah (Nabi menunjikan tangannya ke atas), melaksanakan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan membayar khumus.”

Sebelum kami menyelesaikan hingga kesimpulan, kami memberi komentar berikut;

1) Nampaknya suku Bani Abdul Qais bukan suku yang kuat. Selain itu, ketika mereka harus pergi ke Madinah, mereka harus melintasi sebuah daerah yang dihuni oleh suku (Muzar) yang memusulii kaum Muslimin,

2) Hal ini membuat mereka tidak dapat pergi kecuali pada bulan Haram, bulan ketika peperangan dilarang. Hal ini tidak berarti bahwa penerapan khumus pada hadis di atas hanya pada harta rampasan perang.

Anda menyebutkan bahwa Nabi Muhammad telah meriwayatkan, sebagaimana yang anda klaim dalam Shahih Bukhari-Muslim, Musnail Ahmad ibn Hanbal, dan lain-lain, bahwa ia tidak mewariskan apa pun. Sebelum kami mengungkapkan referensi hadis shahih, kami ingin menjelaskan bahwa makna ‘pewaris’ artinya orang yang mewarisi atau orang yang sah mendapat warisan. Karenanya, pernyataan bahwa ‘pewaris’ tidak mengurusi hal-hal yang ditinggalkan orang yang telah tiada bertentangan dengan hadis yang ditemukan dalam kitab-kitab Sunni.

Ali berkata bahwa ia mendengar Rasulullah berkata,

Aku telah mengaruniai Ali lima hal, tidak seorang rasul pun sebelum aku yang dianugerahi hal seperti itu. Salah satunya adalah bahwa Ali akan membayarkan hutang-hutangku dan memakamkanku.

Kami akan menyebutkan ayat Quran yang mendukung pernyataan bahwa pewaris Nabi Muhammad akan membayarkan hutang-hutangnya. Berdasarkan Surah asy-Syu’ara ayat 124, Ibnu Mardawaih meriwayatkan sebuah hadis dari Ali yang menyatakan bahwa ketika ayat beritakanlah kepada kerabat terdekatmu”, turun, Rasulallah berkata,”Ali akan membayarkan hutang – hutangku dan memenuhi semua janji-janjiku.”

Selain itu, Imam Ahmad dalam Musnad-nya menyimpulkan bahwa hadis dari Nabi Muhammad, “Tidak ada orang yang akan membayarkan hutang-hutangku dan menyelesaikan semua urusanku kecuali Ali.”

Berdasarkan hadis di atas siapakah yang telah memberi hak kepada Abu Bakar untuk mendistribusikan harta Nabi Muhammad? Nabi dengan jelas menyebutkan bahwa Ali lah yang berhak dan Ali sendiri yang diserahi. tugas mendistribusikan hartanya dan/atau membayarkan hutang-hutangnya. Kita akan menyebutkan satu lagi hadis yang menyatakan Ali membayarkan hutang-hutang Nabi Muhammad dari hartanya sendiri.

Setelah Nabi Muhammad wafat, Ali menyelesaikan urusan-urusan tertentu. Banyak dari urusan ini adalah janji dan kontrak yang dibuat Nabi Muhammad dan Ali telah menyelesaikannya. Disebutkan berjumlah 5000 dirham, yang kemudian Ali bayar.26 Hutang-hutang tersebut dibayarkan dari harta milik Ali sendiri dan bukan dari Baitul Mal. Hal ini pun dilanjutkan oleh Hasan dan Husain.

Berikut ini hadis yang diriwayatkan dalam Tabaqat Ibn Sa’d. Abdul Wahid Abi Aun meriwayatkan bahwa setelah Nabi Muhammad wafat, Ali memerintahkan seseorang untuk mengumumkan sekiranya Nabi Muhammad memiliki hutang atau janji, Ali akan membayarnya dan memenuhi janjinya. Setelah Ali, hal ini dilanjutkan oleh Hasan dan Husain. Artinya setelah Nabi Muhammad wafat keturunannya melanjutkan tanggung jawab mereka selama 50 tahun.
Menarik untuk disimak bahwa janji-janji Rasulullah serta hutang-hutangnya yang dibayarkan oleh Ahlulbait sebagai pewaris harta Nabi menjadi tanggung jawab Abu Bakar. Suatu fenomena yang mengherankan.

Khalid mengatakan, berdasarkan hukum Islam hanya ada tiga pewaris; Fathimah binti Muhammad, Abbas dan istri-istrinya. Fathimah dan Abbas menuntut warisan mereka segera setelah Umar menjabat sebagai khalifah.

Pada riwayat tertentu Fathimah bahkan berkata kepada Abu Bakar, “Jika engkau dapat memberikan warisanmu kepada pewarismu, mengapa saya tidak dapat memperoleh warisanku dari apa yang ditinggalkan ayahku?” Mendengar pernyataan ini Abu Bakar berkata,”Rasulallah berkata,’Aku tidak mewariskan apa pun. Semua yang aku tinggalkan adalah sedekah’. Aku tidak akan meninggalkan apa yang telah Rasulallah lakukan, karena jika tidak aku takut akan berbuat salah. Namun aku akan tetap menjaga apa yang telah dijaga olehnya dan menggunakannya sebagaimana yang ia lakukan. Demi Allah, aku akan berlaku lebih baik kepada keluarganya daripada kepada keluargaku.” Khalid menyatakan tidak membaca atau mendengar Fathimah Atau Abbas menuduh Abu Bakar membuat salah.

Bertentangan dengan apa yang telah anda katakan bahwa Abu Bakar tidak dituduh berbuat salah, kami dapat menunjukkannya dengan sikap Fathimah yang diriwayatkan dalam hadis Bukhari. Diriwayatkan dari Aisyah. Setelah Nabi Muhammad wafat, Fathimah, putri Rasulullah, meminta Abu Bakar untuk memberikan bagian warisannya yang telah Allah karuniakan kepada Nabi Muhammad dari fa’i. Abu Bakar berkata kepadanya, “Para rasul tidak mewariskan apapun, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.”

Mendengar hal ini Fathimah murka dan tidak berbicara hingga wafatnya kepada Abu Bakar. Fathimah hidup hanya enam bulan setelah ayahnya wafat. la. meminta Abu Bakar untuk memberikan bagian warisan yang Rasulullah tinggalkan untuknya di Khaibar dan di Madinah. Kesimpulannya akan kami sandarkan pada hadis berikut.

Sayidah Fathimah Zahra tidak berkenan oleh penolakan Abu Bakar memberikan warisannya.

Fathimah marah (Bukhari menggunakan kata ‘murka’) hingga ia wafat dan memperlihatkan penderitaan dan kesengsaraannya setelah Nabi Muhammad wafat. Hal ini mengingatkan kami akan ucapannya yang suci, “Sekiranya ayahku masih hidup saat ini, dan melihat diriku menderita, siang hari akan berubah menjadi gelap.”

Berdasarkan riwayat di atas ia meminta warisannya berulangkali. Saudara Khalid menyatakan bahwa Sayidah Fathimah tidak pernah menuduh Abu Bakar berbuat salah.

Sebelum memberi tanggapan, kami akan menyebutkan hadis Bukhari lainnya.
Shahih Bukhari hadis 5.546 :
Fathimah hidup 6 bulan setelah Nabi Muhammad wafat. Ketika wafat, suaminya Ali memakamkannya di malam hari tanpa memberitahu Abu Bakar. la melakukan shalat jenazah sendiri....

Sejarahwan Thabari juga menulis Abi Shalih Dirari Abdurrazzaq bin Hummam dari Mamar dari Zuhri dari Urwah dari Aisyah berkata,

“Fathimah dan Abbas menemui Abu Bakar menuntut (bagian) warisan Rasulullah. Mereka menuntut atas hak tanah Fadak dan Khaibar. Abu Bakar berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah berkata, ‘Kami (para rasul) tidak mewariskan apapun. Semua yang kami tinggalkan adalah amal (sedekah), keluarga Nabi Muhammad akan mendapatkan darinya. Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan jalan yang telah dicontohkan Nabi, tetapi aku akan terus melakukannya!’ Fathimah berang dan tidak berbicara kepadanya hingga ia wafat. Ali memakamkannya di malam hari tanpa sepengetahuan Abu Bakar.”

Berkaitan dengan hal ini, Ummu Ja’far, putri Muhammad bin Ja’far, meriwayatkan permintaan Fathimah kepada Asma binti Umais menjelang kematiannya,

“Bila aku mati, aku ingin engkau dan Ali yang memandikanku. Jangan izinkan seorang pun masuk ke dalam rumahku!”

Ketika ia wafat, Aisyah datang. Asma berkata padanya, “Jangan masuk!” Aisyah mengadukan hal itu kepada Abu Bakar, “Khathamiyyah ini (seorang perempuan dari suku Khatam, Asma) mengahalangi aku untuk menengok putri Rasulullah.” Kemudian Abu Bakar datang. Ia berdiri di pintu dan berkata, “Hai Asma, apa yang menyebabkanmu tidak mengizinkan istri Rasulullah melihat putri Rasulullah?” Asma menjawab, “la sendiri memerintahkanku untuk tidak mengijinkan seorang pun masuk ke rumahnya.” Abu Bakar berkata, “Lakukan apa yang telah ia perintahkan!”

Muhammad bin Umar Waqidi berkata,
“Telah terbukti bahwa Ali melakukan shalat jenazah sendiri dan menguburkannya di malam hari, ditemani Abbas dan Fadhl bin Abbas, dan tidak memberitahu siapapun. Itulah alasan mengapa makam Fathimah tersebut tidak diketahui hingga kini.”

Jika kami harus menerima bahwa Fathimah tidak menuduh bahwa Abu Bakar melakukan kesalahan, lalu mengapa ia marah kepada Abu Bakar dan tidak mengizinkannya untuk menghadiri pemakamannya sebagaimana yang dinyatakan dalam wasiatnya. Anehnya, Bukhari dengan jelas menyebutkan bahwa Fathimah memerintahkan Ali untuk tidak memberitahu Abu Bakar.

Jika Fathimah penghulu seluruh perempuan, dan ia adalah satu-satunya perempuan di seluruh dunia Islam yang telah disucikan oleh Allah SWT, maka kemarahannya pastilah benar. Hal ini karena Abu Bakar berkata, “Semoga Allah menyelamatkanku/mengampuniku dari kemurkaan-Nya dan kemurkaan Fathimah!” (kata-kata yang sama juga digunakan oleh Bukhari). Kemudian Abu Bakar menangis keras ketika Fathimah berseru, “Aku akan mengutukmu di setiap shalatku!” Ia mendekati Fathimah dan berkata, “Lepaskan aku dari baiat ini dan kewajiban-kewajibanku!”

Saudara Sunni kita, Khalid, berdalih bahwa kelompok ketiga yang menuntut warisan adalah para istri Nabi. Mereka juga mengirim Utman kepada Abu Bakar sebagai wakil-wakil mereka untuk meminta 1/8 bagian mereka. Tetapi Aisyah menentangnya sehingga semua istri menarik kembali tuntutan mereka.
Satu hal yang perlu dikemukakan mengenai hal ini adalah bahwa Rasulullah pernah berkata ketika ia masih hidup bahwa sumber mata air ini (Fadak) diberikan kepada Fathimah.

tanah fadak c


Tanah Fadak diberikan kepada Nabi Muhammad karena tanah ini diperoleh dari perjanjian. Penghuni-penghuninya, menurut perjanjian, tetap tinggal di dalamnya tetapi menyerahkan ½ tanah mereka dan hasilnya.

Sejarahwan dan ahli Geografi Ahmad bin Yahya Baladzuri menuliskan bahwa Fadak adalah harta milik Nabi Muhammad karena kaum Muslimin tidak menggunakan kuda -kuda/unta-unta mereka di tanah tersebut.
Umar bin Khattab sendiri mengakui bahwa tanah Fadak adalah harta Nabi yang tidak dibagi-bagi ketika ia menyatakan,
“Harta milik Bani Nadhir adalah salah satu harta yang telah Allah anugrahkan kepada Nabi Muhammad, tidak ada kuda/unta yang ditunggangi kecuali milik Rasulullah.”34

Apakah Nabi Menghadiahkan Tanah Itu kepada Fathimah?



Nabi Muhammad, atas perintah Allah Yang Maha Besar, meng¬hadiahkan tanah ini kepada Sayidah Fathimah, sebagaimana yang ditafsirkan Ulama Sunni terkemuka, Jalaluddin Suyuthi. Berikut ini latar belakang sejarah tanah Fadak dan tafsiran ayat 26 Surah al-Isra.

Ali diutus ke Fadak, sebuah pemukiman Yahudi yang tidak jauh dari Khaibar untuk melakukan penyerangan. Tetapi sebelum ada pertempuran, para penghuninya lebih memilih untuk menyerah, dengan memberi ½ kekayaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW. Malaikat Jibril datang membawa perintah Allah, dan turunlah ayat 26, Surah al-Isra, Dan berikanlah hak untuk keluarga(mu)!

Nabi Muhammad SAW bertanya tentang keluarganya. Jibril menyebutkan nama Sayidah Fathimah dan memerintahkan Nabi untuk memberikan tanah tersebut kepadanya sebagai penghasilan dari Fadak yang dimiliki sepenuhnya oleh Nabi karena diserahkan tanpa menggunakan kekerasan. Berdasarkan ayat tersebut, Nabi Muhammad memberikan tanah Fadak tersebut kepada Fathimah sebagai sumber penghasilan keluarga dan anak-anaknya.

Berdasarkan ayat Quran di atas, banyak ahli tafsir Sunni menuliskan bahwa ketika ayat ini diturunkan, Nabi Muhammad bertanya kepada Malaikat Jibril, “Siapakah keluargaku dan apakah hak mereka?” Malaikat Jibril menjawab. “Berilah Fadak kepada Fathimah karena itu adalah haknya dan apapun yang menjadi hak Allah dan Rasulnya atas Fadak, hak tersebut juga adalah haknya, maka berikanlah Fadak itu kepadanya.”

Tidaklah keraguan bagi kita bahwa tanah Fadak memang milik Sayidah Fathimah. Para ahli sejarah juga menuliskan bahwa dipastikan Abu Bakar telah merampas tanah Fadak dari Fathimah.

Mengenai pertanyaan anda yang anda ajikan bahwa kisah tersebut tidak terdapat pada kitab – kitab hadis, kami anjurkan anda merujuk pada kitab – kitab yang dinyatakan shahih dan dapat dipercaya oleh ulama – ulama Sunni berkenaan peristiwa yang anda sebutkan.

Fathimah memprotes Abu Bakar ketika Fadak dirampas darinya dan berkata “Engkau telah mengambil alih Fadak meskipun Rasulullah telah memberikannya padaku ketika ia masih hidup.”

Mendengar hal in Abu Bakar meminta Fathimah untuk menghadirkan saksi. Lalu, Ali dan Ummu Aiman bersaksi untuknya. (Ummu Aiman adalah seorang budak yang dibebaskan dan ibu susuan Nabi Muhammad. Ia adalah ibu Usamah bin Ziyad bin Harist Nabi Muhammad berkata, “Ummu Aiman adalah ibuku dan ibu setelah ibuku.” Nabi juga membuktikan bahwa ia adalah salah satu dari orang-orang yang masuk surga).

Akan tetapi, saksi yang diajikan Fathimah tidak dapat diterima Abu Bakar, dan tuntutan Fathimah ditolak karena berdasarkan pada pernyataan yang salah. Mengenai hal ini Baladzuri menulis, “Fathimah berkata kepada Abu Bakar, ‘Rasulullah telah memberi tanah Fadak secara adil kepadaku. Maka itu berilah bagianku!’ Kemudian Abu Bakar meminta saksi lain selain Ummu Aiman. la berkata, ‘Hai, putri Rasul! Engkau mengetahui bahwa saksi tidak dapat diterima kecuali oleh dua orang laki – laki dan dua orang perempuan.”

Selain Ali dan Ummu Aiman, Imam Hasan dan Imam Husain pun memberi kesaksian, tetapi ditolak karena kesaksian seorang anak dan masih kecil tidak dapat diterima karena membela orang tua mereka. Kemudian Rabah, budak Nabi Muhammad juga diajukan sebagai saksi untuk mendukung tuntutan Fathimah tetapi kesaksiannya pun ditolak. ”

Saudara kita dari Sunni, Khalid, menyanggah, “Tetapi dalam pernyataan mereka masih terdapat banyak kontradiksi. Ibn Sa’d meriwayatkan bahwa Fathimah tidak mendengar hal ini langsung dari Nabi Muhammad, tetapi dari Ummu Aiman dan itulah mengapa ia mengajikan sebagai saksi.

Di samping itu Baladzuri meriwayatkan bahwa Fathimah mengatakan ayahnya telah memberikan kebun Fadak padanya. Coba kita perhatikan aspek legal ini. Secara sah, bias jadi Rasulullah memberikan tanah Fadak tersebut sebagai sesuatu hibah atas kehendaknya. Jika tanah tersebut merupakan pemberian, pastilah telah diberikan kepada Fathimah ketika ia masih hidup. Tetapi ini bukanlah hal yang kita semua ketahui. Jika kita menyebutkan hal ini adalah kehendaknya, maka hal ini bertentangan dengan ayat Quran tentang hukum waris.

Berbicara tentang hadis bahwa Abu Bakar memiliki alasan untuk mendukung keputusannya yang banyak disebut di kitab-kitab, berikut ini catatannya. Diriwayatkan dari Urwah bin Zubair yang meriwayatkan dari Aisyah bahwa ia memberitahunya bahwa Fathimah, putri Nabi Muhammad, mengutus seseorang kepada Abu Bakar untuk meminta hak warisan yang ditinggalkan Nabi Muhammad kepadanya dari Allah SWT yang berada di Madinah, dari tanah Fadak dan 1/5 bagian dari hasil Khaibar.

Abu Bakar berkata bahwa, “Rasulullah berkata, ‘Kami para Rasul tidak mewariskan apapun, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.’ Keluarga Nabi Muhammad hidup dari harta ini, tetapi, demi Allah, aku tidak akan mengubah sedekah Rasulullah sebagaimana halnya sewaktu Nabi Muhammad masih hidup. Aku akan melakukan apa saja yang biasa dilakukan Nabi Muhammad.”

Oleh karenanya, Abu Bakar menolak memberikan sesuatupun dari harta tersebut sehingga membuat marah Fathimah. la menjauhi dan tidak berbicara kepada Abu Bakar hingga akhir hayatnya. Ia hidup 6 bulan setelah Nabi Muhammad wafat. Ketika Fathimah wafat, Ali bin Abi Thalib tidak memberitahu Abu Bakar tentang kematiannya dan melaksanakan shalat jenazah sendiri.

Sekarang mari kita telaah pernyataan Rasulullah sebagaimana yang diungkap oleh Abu Bakar, “Kami (para Rasul) tidak mewariskan apapun. Semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.

Kata pewaris artinya seorang yang mendapat warisan atau secara sah mewarisi harta. Pernyataan pertama bertentangan dengan kenyataan karena berdasarkan sejarah, diakui bahwa Nabi Muhammad menerima warisan dari ayahnya. Riwayatnya adalah Ibnu Abdul Muthalib meninggalkan lima unta berwarna abu – abu dan sekelompok biri – biri kepada Ummu Aiman, yang kemudian diberikan kepada Nabi Muhammad.”

Apabila bagian pertama hadis tersebut terbukti salah, bagainiana bisa pernyataan kedua ‘Semua yang kami tinggalkan menjadi sedekah’ menjadi benar? Pernyataan ini juga dengan jelas bertentangan dengan ayat-ayat yang dinyatakan dalam Quran, Dan Sulaiman menerima pusaka dari Daud (QS an-Naml : 16).


Nabi Sulaiman dan Daud adalah Rasul-rasul yang kaya raya, karena mereka adalah para raja di zamannya. Allah SWT juga berfirman;
(Zakaria berdoa kepada Allah), “Karuniailah aku seorang anak dari hadiratmu, yang akan mewarisi aku dan keluarga Yakub, dan jadikanlah ia! Ya,Tuhanku, seorang yang sangat Engkau ridhai.
(QS Maryam : 5-6).

Ayat-ayat ini adalah contoh bahwa para Nabi meninggalkan warisan, dan nampaknya ayat-ayat tersebut bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar. Hadis riwayat Abu Bakar ini, entah palsu atau tidak, pasti tidak bertentangan dengan Quran. Sebuah peristiwa mungkin akan sangat membantu bila disebutkan di mana Ali mengutip ayat-ayat Quran seperti yang disebutkan di atas. Peristiwa tersebut adalah sebagai berikut.

Diriwayatkan oleh Ja’far bahwa Fathimah menemui Abu Bakar untuk menuntut warisannya. Ibnu Abbas juga menuntut warisannya dan Ali bin Abi Thalib pergi bersamanya. Abu Bakar berkata bahwa Rasululloh berkata beliau tidak mewariskan harta kami, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah dan penghidupan yang ia berikan kepada mereka sekarang menjadi tanggung jawabnya.

Ali berkata, “Nabi Sulaiman adalah pewaris Nabi Daud. Nabi Zakaria berdoa kepada Allah, Anugrahilah aku seorang anak, yang akan mewarisiku dan keluarga Yakub.” Abu Bakar berkata, “Persoalan warisan Nabi Muhammad adalah sebagaimana yang aku nyatakan . Demi Allah! Engkau tahu sebagaimana halnya aku.” Ali berkata, “Mari kita lihat apa yang dinyatakan kitab Allah!”

Riwayat tersebut membuktikan bahwa keturunan Nabi Muhammad tidak mengakui hadis ini, yang kemudian dikemukakan oleh Abu Bakar sebagai jawaban atas tuntutan Fathimah. Mereka menyangkalnya dengan menyebutkan ayat-ayat Quran yang menyatakan bahwa Allah SWT menjadikan para Rasul pewaris satu sama lain.

Saudara kita Khalid masih menyanggah, “Terlepas dari kehendak dan hadiah yang Nabi berikan, sebagaimana yang dibahas di atas, jika kita meneliti para saksi yang dihadirkan di hadapan Abu Bakar ketika Fathimah menuntut warisannya, kita akan menemukan bahwa hat ini bertentangan dengan hukum saksi dalam Islam. Fathimah menghadirkan satu orang lelaki dan/atau satu orang perempuan dalam tuntutannya. Sedang menurut Quran diperlukan saksi lebih dari satu saksi. Satu orang lelaki atau dua orang perempuan.”
Kami menjawab, “Ada banyak contoh ketika Abu Bakar tidak meminta menghadirkan saksi ketika orang-orang meminta dipenuhinya janji Rasul. Seperti biasa kami akan bersandarkan pada sumber hadis shahih bagi saudara-saudara Sunni.

Shahih Bukhari hadis 3.548 (hat. 525); diriwayatkan oleh Muhammad Ibn Ali bahwa Jabir bin Abdillah berkata,

“Ketika Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar menerima harta dari Ala Hadrami.” Abu Bakar berkata, “Barang siapa memiliki hutang uang atas nama Nabi Muhammad atau dijanjikan sesuatu olehnya ia harus datang kepadaku (agar kami membayarnya dengan benar).” (Jabir menambahkan), ‘Aku berkata (kepada Abu Bakar), “Rasulullah menjanjikanku uang sebanyak ini, sebanyak ini dan sebanyak in (sambil merentangkan tangannya tiga kali). Kemudian Abu Bakar menghitung uang dan menyerallkan 500 keping emas, lalu 500 keping emas dan 500 keping emas.”

Pada keterangan hadis ini, Ibnu Hajar Asqalani dan Ahmad Aini Hanafi menulis,
Hadis ini mengarah pada kesimpulan bahwa bukti satu orang sahabat yang adil dapat diterima sebagai bukti yang kuat meskipun untuk kepentingan kepentingan sendiri, karena Abu Bakar tidak meminta Jabir untuk menghadirkan saksi sebagai bukti permintaannya.”

Jika permintaan Jabir dipenuhi dengan didasarkan pada kesan yang baik, dianggap benar, dan tanpa perlu menghadirkan saksi atau menunjukkan bukti, lalu apa yang menyebabkan tidak diperkenankannya tuntutan Fathimah berdasarkan kesan yang sama-sama baik? Jika kesan yang baik muncul pada kasus Jabir sedemikian hingga bila ia berkata bohong ia akan merugi, lalu mengapa tidak yakin kalau Fathimah tidak berkata ustman terhadap perkataan Nabi Muhammad demi sebidang kecil tanah?

Pertama-tama, keterusterangan dan kejujurannya sudah mrm¬buktikan kebenaran tuntutannya. Di samping itu, ada kesaksian Ali dan Ummu Aiman selain bukti lainnya. Telah dinyatakan bahwa tuntuian itu tidak dapat diterima karena lemahnya kedua saksi dan karena Nabi Muhammad menetapkan aturan kesaksian pada Surah al-Baqarah ayat 282; `....maka majikan dua orang saksi di antara laki-laki dan jika tidak ada dua orang lelaki, maka (majikanlah) seorang lelaki dan dua orang perempuan...’

Jika aturan ini universal dan umum berarti aturan ini harus diterapkan pada setiap kesempatan, tetapi pada beberapa peristiwa, aturan ini tidak di terapkan. Contohnya ketika seorang Arab berselisih dengan Nabi Muhammad mengenai seekor unta. Khuzaimah bin Tsabit Anshari memberi saksi untuk Nabi Muhammad. Saksi ini dinyatakan sama dengan dua orang saksi.

Karena kejujuran dan kebenaran kesaksiannya Nabi Muhammad memberinya gelar Dhusy Syahadatayn (seorang yang kesaksiannya setara dua orang saksi).

Dengan demikian, keuniversalan ayat mengenai saksi tidak Hi¬pengaruhi oleh tindakan juga tidak dianggap bertentangan dengan perubahan saksi. Jadi, jika menurut Nabi Muhammad kesaksian untuknya sama dengan dua saksi, lalu mengapa kesaksian Ali dan Ummu Aiman tidak dianggap kuat bagi Fathimah ditilik dari keagungan moral serta kebenarannya? Di samping itu, ada sebuah hadis yang disebut oleh lebih dari dua brlas orang sahabat bahwa Nabi Muhammad biasa memutuskan masalah-masalah dengan kekuatan satu saksi dan meminta sumpahnya.

Telah di jelaskan oleh beberapa sahabnt Nabi Muhammad dan beberapa ulama fikih bahwa keputusan ini secara khusus berkaiiun Hengan hak, kepemilikan dan perjanjian, dan keputusan ini diterapkan uleh tigo orang khalifah; Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan.”46
Dua hal yang harus kami sampaikan kepada saudara Khalid adalah;

1) Mengapa Abu Bakar tidak meminta saksi saat ia memberikan keping uang emas yang sesuai dengan janji Nabi Muhammad SAW. Mengapa ia menerima pernyataan mereka bahwa Nabi telah menjanjikan sesuatu?,

2) Berbeda dengan Fathimah, ketika putri Nabi Muhammad yang ia sebut sebagai penghulu perempuan semesta alam, menuntut Fadak. Mengapa Abu Bakar meminta Fathimah menghadirkan saksi di hadapan khalifah tetapi beberapa dalih atau saksi-saksi itu mereka ditolak?

Khalid: Yang paling penting, saya ingin balik bertanya, Ali sendiri menjabat sebagai khalifah setelah Utsman. Mengapa ia tidak memberikan harta ini kepada Fathimah sebagai warisan dari Rasulullah? Pertanyaanya, mengapa Ali ketika menjadi kalifah menghilangkan hak-hak miliknya? Jika Abu Bakar dan Umar dianggap benar sebagai penindas, lalu mengapa Ali yang tidak memberikan harta ini pada Fathimah, tidak disebut penindas? Logis ataupun tidak, penerapan hukum/keadilan harus sama kepada setiap orang.


Kami menjawab: Menurut hadis Shahih Bukhari, Umar bin Khattab, semasa kekalifahannya, memberikan harta tersebut pada Ali dan Abbas. Jadi tidak perlulah bagi Ali untuk mengambil kembali ketika ia menjadi kalifah. Hadis ini menyiratkan bahwa Umar memberikan tanah Fadak kepada Ali agar ia mengaturnya dan mengeluarkan pajaknya di jalan Allah. Hadis itu pun menegaskan bahwa Ali menangani harta Abbas dan mengambil alih tanah tersebut (setelah ia menjadi khalifah), dan Imam Hasan mewarisi tanah itu, hingga dirampas kembali (oleh Umayah).

Berikut hadis ini:

Shahih Bukhari hadis 5.367;

Umar berkata kepada Ali dan Abbas, “Aku menjaga harta ini selama dua tahun pertama kekalifahanku dan aku selalu mengeluarkannya sebagaimana Rasulullah dan Abu Bakar lakukan dan Allah mengetahui bahwa aku aku bersungguh-sungguh, beriman, diberi petunjuk ke jalan yang benar dan menjadi pengikut orang-orang yang benar (dalam masalah ini). Kemudian kalian berdua (Ali dan Abbas) menemuiku dengan tuntutan yang sama. Wahai Abbas, engkaupun menemuiku. Maka aku berkata kepada kalian berdua bahwa Rasulullah menyatakan, ‘Harta kami tidak diwariskan, segala sesuatu yang kami tinggalkan adalah sedekah’.

Kemudian, aku berpikir lebih baik aku menyerahkan harta ini kepada kalian berdua dengan syarat kalian akan berjanji dan besumpah di hadapan Allah bahwa kalian akan mengeluarkannya dengan cara sama sebagaimana Rasulullah, Abu Bakar dan aku lakukan sejak pertama kali kekalifahanku. Jika tidak, kalian tidak perlu menuntut padaku (tentang hal ini).” Maka, kalian berdua berkata padaku, “Serahkanlah pada kami dengan syarat-syarat tersebut. Dan dengan syarat-syarat itu aku serahkan kepada kalian. Apakah kalian ingin agar aku memutuskan sesuatu yang lain selain hal ini? Demi Allah, yang dengan perkenan-Nya, langit dan bumi senantiasa tegak berdiri, aku tidak akan pernah memutuskan selain keputusan ini hingga Hari Perhitungan ditetapkan. Akan tetapi, jika kalian tidak dapat menanganinya (harta itu), kembalikanlah padaku, aku akan mengurusinya atas nama kalian!”

Perawi kedua menyatakan,

“Harta tersebut berada di tangan Ali yang mengambilnya dari Abbas dan mewakilinya, kemudian diwariskan kepada Imam Hasan bin Ali, lalu Husain bin Ali dan dan kemudian diwariskan kepada Ali bin Husain dan Hasan bin Hasan. Kedua orang ini bergantian saling mengurus, kemudian berada di tangan Zaid bin Hasan, dan benar-benar merupakan sedekah Nabi Muhammad.

Syi’ah tidak yakin apakah Muawiyah merampas Fadak pada masa Imam Hasan dan Imam Husain atau tidak. Tetapi, tak lama setelah itu tanah ini dirampas. Lihat juga hadis 4.326. Seperti halnya pada hadis di atas, jika Ali yakin bahwa harta ini adalah sedekah, ia tidak akan meminla bagiannya kepada Umar dan ia tidak akan mengambil tanah itu dari Abbas.

Hadis berikut ini dengan jelas menunjukkan bahwa Ali menuntut tanah tersebut. Menurut anda, apakah Ali, lelaki pertama yang memeluk Islam, sahabat yang paling cerdas, dan yang tinggal bersama Nabi Muhammad, tidak mengetahui hukum Allah?

Shahih al-Bukhari hadis 8.720; diriwayatkan dari Malik bin Aus bahwa Umar
berkata pada Ali dan Abbas,

“Kemudian aku mengambil alih tanggung jawab atas harta ini dan mengurusinya selama dua tahun sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dan Abu Bakar. Kemudian kalian berdua (Ali dan Abbas) menemuiku untuk berbicara denganku membawa tuntutan yang serupa dan masalah yang sama. (Wahai Abbas)! Engkau menemuiku untuk meminta bagian dari harta se.pupumu, dan lelaki ini (Ali) menemuiku, meminta bagian dari harta istrinya yang diwariskan dari ayahnya.” Aku berkata, “Jika kalian berdua meminta, aku akan memberikannya dengan syarat itu (bahwa kalian akan mengikuti cara yang dilakukan Nabi Muhammad dan Abu Bakar). Jika kalian tidak dapat menanganinya, maka kembalikan padaku dan cukuplah bagiku menangani harta ini untuk kalian berdua!”

Shahih Bukhari hadis 9.408; Diriwayatkan Malik bin Aus Nasri bahwa Umar menoleh kepada Ali dan Abbas dan berkata,

“Kalian berdua menyatakan bahwa Abu Bakar melakukan ini dan itu dalam mengurusi harta ini, tetapi Allah mengetahui bahwa Abu Bakar adalah orang yang jujur, saleh, cerdas dan pengikut yang benar dalam mengurusinya. Kemudian Allah memanggil Abu Bakar.” Aku berkata, “Akulah penerus Nabi Muhammad dan Abu Bakar! Maka aku mengambil alih harta ini selama dua tahun dan menanganinya sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad dan Abu Bakar. Kemudian kalian berdua (Ali dan Abass) menemuiku untuk meminta bagian kalian dari sepupu kalian, dan Ali meminta bagian istrinya atas harta ayahnya. Aku berkata kepada kalian berdua, ‘Jika kalian kehendaki, aku akan memberikannya kepada kalian dengan syarat kalian akan menanganinya sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad dan Abu Bakar serta vang telah aku lakukan sejak aku bertanggung jawab menanganinya.”

Khalid : Nampaknya anda tidak mengetahui latar belakang hadis Rasulullah mengenai Fathimah yang sering anda sebutkan, “Barang siapa yang menyakitinya, ia telah menyakitiku.” Berikut ini riwayat bagaimana dan kapan hadis ini disampaikan oleh Rasulullah SAW. Diriwayatkan oleh Imam Zainal Abidin, Abu bin Husain dan Abu Mulaika melalui Miswar bin Muhazmah dan lebih jauh didukung oleh Ibnu Zubair.

Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Hakim telah meriwayatkan hadis ini di kitab-kitab mereka sebagai berikut:

Setelah menaklukkan Mekkah dan keluarga Abu Jahal memeluk Islam, Ali berniat menikahi putri Abu Jahal bernama Jamilah (beberapa orang berpendapat ia bernama Aurira dan Juwairah)... Fathimah mengetahui niat Ali ini dan menemui Rasulullah dan menceritakan. Karena hal inilah Rasulullah menyampaikan khutbah ini, “Wahai Bani Hasyim, Ibnu Mughirah berniat menikahkan putrinya dengan Ali dan telah meminta izinku. Aku tidak menyetujuinya. Aku tidak menyetujuinya. Putra Abu Thalib dapat menceraikan putriku dan menikahinya putrinya. Putriku adalah belahan jiwaku. Barangsiapa yang menyakitinya, berarti ia telah menyakitiku dan barangsiapa membuatnya sedih berarti ia membuatku sedih...”

Perhatikan bahwa menikah sangat dihalalkan bagi Ali dan itulah mengapa ia berniat untuk menikah. Rasulullah sendiri telah menikah berkali-kali dan itu adalah alasan mengapa Rasulullah tidak menyatakan bahwa menikah diharamkan. la hanya tidak menyetujui karena Abu Jahal adalah musuh bebuyutan Islam. Keluarga ini memeluk Islam setelah Mekkah takluk dan betapa terburu-burunya kita jika mengatakan hni mereka telah berubah atau berniat memasuki keluarga Rasulullah.

Kami menjawab: Kisah yang anda sebutkan di atas dianggap lemah karena periwayatnya, Miswar bin Muhazmah. Dan seperti biasa, kami akan menyebutkan referensi hadis Sunni untuk membuktikan pernyataan kami. Orang yang telah kami sebutkan, Miswar bin Muhazmah, bertalian darah dengan Abdurrahman bin Auf dan ia lahir dua tahun setelah hijrah. Kemudian ia datang ke Madinah di akhir tahun Hijrah. Perawi hadis Sunni, lbnu Hajar Asqalani menyalakan, “Miswar Ibnu Muhazmah lahir dua tahun setelah hijrah dan datang ke Madinah bersama ayahnya pmda akhir bulan Dzulhijjah pada tanggal 8 Hijriah.”

Berarti Miswar baru berusia enam tahun dan menurut aturan yang ditetapkan oleh ahli hadis, sebuah hadis yang diriwayatkan oleh seorang anak tidak dapat diterima. Kami tidak menyatakan hal ini berdasarkan pengetahuan kami belaka, tetapi meminjam kata-kata ulama Sunni dan sejarahwan dari India, Maulana Syibli Numani. Dalam karya besarnya Sirah Nabawiyah, ia meneliti riwayat-riwayat (hadis) dan status perawinya. la menuliskan, “Contohnya pertanyaan yang umum diperdebatkan; perlukah menetapkan batasan usia bagi perawi?” Selain itu ia juga menunjukkan keyakinan Imam Syafi’i, “la tidak meyakini riwayat yang dinyatakan oleh seorang anak kecil.”

Hal ini juga mengingatkan kami pada ucapan Juwairah pada saat Mekkah ditaklukkan. Ketika Bilal tengah mengumandangkan azan di Kabah. Juwairah berkata, “Allah telah menyelamatkan ayahku mendengar suara Bilal yang memuakkan di Kabah.” Bagaimana anda dapat percaya bahwa Ali mengulurkan tangannya pada orang kafir?

Terakhir, sangatlah tidak adil tidak jika tidak mempertimbangkan argumen yang dinyatakan ulama Sunni tentang khalifah pertama, Abu Bakar.

Pada catatan kaki Shahih Muslim, penafsirnya menuliskan:

“Sayidah Fathimah merasa khawatir Abu Bakar ragu untuk memberikan bagian warisan dari ayahnya. Abu Bakar tidak memahami hal itu. Ia sangat mencintai dan menyayangi keluarga Nabi Muhammad, tetapi ia tidak menuruti permintaan Fathimah karena ia merasa hal itu bertentangan dengan ketentuan Nabi Muhammad tentang warisan sebagaimana yang ditemukan dalam hadis.”

Mengapa Fathimah, penghulu perempuan di surga, diragukan? Fathimah memiliki kedudukan yang sangat tinggi yang diberi langsung oleh Nabi Muhammad dengan menjulukinya as-Siddiqiyah? Bagaimana dapat penafsir ini menuduhnya ragu sedang ia juga dikenal sebagai perempuan yang agung dan suci? Bagaimana dapat kaum Muslimin menyebutnya ragu sedang Quran menyebut dirinya minimal pada ayat tentang kesucian (QS. Al-Ahzab : 33) dan Ayat Mubahalah (QS. Ali Imran : 61).

Mengapa kita menerimanya sebagai fakta bahwa apa yang Abu Bakar nyatakan adalah hadis Nabi Muhammad? Padahal pernyataan langsungnya tidak hanya bertentangan dengan kenyataan sejarah, penafsiran dari ahli tafsir terkenal Sunni, tetapi juga perintah Quran.

Protes Fathimah Terhadap Tindakan Abu Bakar



Fathimah berduka atas tindakan Abu Bakar dan sangat tidak ridha tatkala ia mengetahui Abu Bakar berusaha merampas tanah Fadak. Diiringi sekelompok perempuan, ia pergi ke mesjid, duduk di sana dan menyampaikan khutbah;

“Segala puji dan syukur bagi Allah atas segala limpahannya, atas segala yang la ilhamkan, dan dengan asma-Nya atas segala yang la berkahi atas segala kebaikan tak terhingga yang la ciptakan, atas segala limpahan kasih sayang yang la berikan serta anugerah tak terkira yang la karuniakan. Begitu besar kasih dan anugerah yang la limpahkan sehingga tak terhitung jumlahnya dan tak terukur jangkauannya. Jangkauan-Nya terlalu jauh untuk dipahami. la menganjurkan ciptaan-Nya untuk memperoleh lebih banyak (kasih sayang-Nya) dengan senantiasa bersyukur demi keberlangsungan mereka. la menetapkan bagi diri-Nya segala pujian dengan me¬limpahkan karunia kepada makhluk-makhluk-Nya...

...Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang Maha Esa tanpa sekutu. Pernyataan kalimat syahadat adalah maknanya. Hati¬hati yang memupuknya adalah keberlangsungannya, dan jiwa-jiwa adalah tempat bersemayamnya. Mata tidak mampu menjangkau keberadaan-Nya, kata-kata tidak sanggup mengurai sifat-sifat-Nya dan angan-angan tidak berdaya membayangkan hakikat-Nya...

... la menciptakan segala sesuatu tetapi bukan berasal dari sesuatu yang ada sebelum mereka dan mengadakan mereka tanpa rontoh-contoh. la menciptakan mereka dengan kekuasaan-Nya, Menyebarkan mereka dengan kehendak -Nya, bukan didorong sebagai keperluan atau untuk memperoleh manfaat bagi-Nya membentuk mereka, tetapi untuk menetapkan/ menegakkan kebijaksanaan-Nya, membawa mereka kepada ketaatan pada-Nya, mewujudkan keagungan-Nya menjuluki makhluk-makhluk-Nya agar mereka memuliakan-Nya dan mengagungkan asma-Nya. Kemudian memberi balasan pahala bagi ketundukan kepada¬Nya dan siksa bagi ketidaktaatan kepada-Nya, juga melindungi makhluk-makhluk-Nya dari murka-Nya dan menghimpun mereka ke dalam surga-Nya...

...Akupun bersaksi bahwa ayahku, Nabi Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya, yang telah la pilih sebelum mengutusnya, menyebutnya sebelum mengirimnya, saat makhluk-makhluk masih tersembunyi pada sesuatu yang sangat sukar dipahami. la terjaga dari segala sesuatu yang mengerikan, berfitrahkan kemusnahan dan ketiadaan karena Allah Yang Maha Tinggi mengetahui mana yang harus diikuti, memahami apa yang bakal berlalu, dan melihat tempat segala peristiwa...

...Allah mengutusnya (Muhammad) sebagai kesempurnaan perintah-Nya, ketetapan untuk menyelesaikan perjalanan-Nya, serta manifestasi dari kasih sayang-Nya. Kemudian, ia mene¬mukan bangsa-bangsa terpecah-pecah dalam agamanya, terobsesi oleh keinginan mereka, menyembah berhala, dan menyangkal keberadaan Allah meskipun mereka tahu bahwa Ia ada. Oleh karenanya, Allah menyinari kegelapan dengan keberadaan ayahku, Muhammad, menyingkap tirai kekelaman dari hari-hari mereka menghilangkan awan-awan yang menutupi pandangan mereka. la memberi petunjuk kepada manusia. Ia menyelamatkan mereka dari jalan yang sesat, membimbing mereka ke jalan petunjuk, membawa mereka kepada agama yang benar dan menyeru mereka kepada jalan yang lurus...

...Kemudian Allah mengutus untuk memanggil ia kembali dengan kasih sayang, cinta serta suka cita. Maka, Muhammad terlepas dari beban dunia ini. Ia dikelilingi oleh malaikat-malaikat yang setia, dilingkupi limpahan kasih sayang Tuhan, dan kedekatannya dengan Raja Yang Maha Kuasa. Semoga puji – pujian Allah senantiasa terlimpah kepada ayahku Utusan-Nya, orang terpercaya dan pilihan di antara makhluk-makhluk-Nya, kekasih setia-Nya, dan semoga shalawat serta salam tercurah pada ayahku...”


Fathimah kemudian menghadap kepada para perempuan berkata :

“Sesungguhnya kalian adalah hamba-hamba Allah yang berada dalam kendali-Nya. Kalian adalah pengikut-pengikut agama dan Wahyu-Nya, kalian adalah orang-orang yang telah dipercaya Allah atas diri kalian sendiri. Sedangkan Rasulullah dipercaya bagi seluruh bangsa. Allah berkuasa atas diri-diri kalian. Ia membuat perjanjian dengan kalian dan meninggalkan pusaka untuk menjaga kalian. Itulah kitab Allah Yang Maha Agung. Kitab Quran yang tiada mengandung kebatilan. Kitab yang cahayanya yang menyinar terang, yang isinya tidak diragukan, yang mengandung rahasia, yang menganugrahi semua orang yang mengikutinya. Inilah kitab Allah yang menyeru pengikutnya untuk berbuat kebajikan, mendatangkan keselamatan bagi orang yang bersedia menghayatinya. Dengannya cahaya-cahaya ilahiah dapat diraih, kehendak-Nya dipahami, larangan-larangan-Nya dihindari, tanda-tanda nyata-Nya dikenali, bukti-bukti-Nya ditampakkan, permohonannya dikabulkan, dan ketetapan-ketetapan-Nya dituliskan. Maka Allah menjadikan iman sebagai pensucian diri kalian dari kekafiran...

...Allah menjadikan shalat sebagai cara menjauhkan dirimu dari kesombongan, zakat sebagai pembersih jiwa dan penumbuh ruh, puasa sebagai cara melaksanakan ketaatan, ibadah haji sebagai penegakan syiar agama, keadilan sebagai pemersatu hati, ketaatan kepada kami (Ahlulbait) sebagai cara mengatur bangsa, kepemimpinan kami (Ahlulbait) sebagai pelindung dari perpecahan...

...Allah menjadikan jihad sebagai cara memperkuat Islam, sabor sebagai wahana memperoleh pahala, amar, ma’ruf nahi munkar sebagai cara menjamin kesejahteraan masyarakat, kepatuhan kepada orangtua sebagai cara untuk menjaga diri dari murka-Nya, hubungan silaturahmi sebagai cara memperpanjang umur dan meluaskan keturunan...

...Allah menjadikan qishash sebagai cara untuk meniadakan pertumpahan darah, kesetiaan menepati janji untuk menggapai anugrah-Nya, adil dalam timbangan untuk melenyapkan kecorangan, larangan meminum arak untuk memusnahkan kekejian, larangan memfitnah sebagai cara untuk melindungi diri dari kutukan, larangan perbuatan mencuri untuk mendapatkan kesucian. Allah mengharamkan syirik agar manusia beriman kepada Tuhan. Oleh karena itu, hendaknya kalian hanya takut kepada-Nya karena hanya Dia yang patut ditakuti dan janganlah kalian mati dalam keadaan kafir. Taatilah Allah dengan melaksanakan semua yang telah la perintahkan kepadamu dan menghindari semua yang telah la larang; karena sesungguhnya, orang-orang yang sungguh¬sungguh bertakwa di antara hamba-hamba-Nya adalah orang-orang yang berilmu!”

Fathimah kemudian berkata lagi,

“Wahai kaum Muslimin, hendaknya kalian mengetahui bahwa aku adalah Fathimah, dan ayahku adalah Muhammad. Aku katakan hal ini berulang-ulang, aku tidak mengatakan hal yang salah ataupun melakukan sesuatu tanpa tujuan. Telah datang kepada kalian seorang utusan di antara kalian. Ia sangat berduka sekiranya kalian binasa dan sangat mencemaskan kalian. Ia sangat lemah lembut dan penyayang kepada orang-orang beriman. Maka, jika kalian mengenal beliau dan memuliakannya, kalian akan mengetahui bahwa ia adalah ayahku, bukan ayah perempuan di antara kalian, saudara sepupuku (Ali) dan bukan saudara lelaki di antara kalian. Betapa agung pribadinya, semoga kesejahteraan dan anugerah senantiasa terlimpah padanya dan keturunannya...

...Kemudian ia menyiarkan pesan-pesan Ilahi, memberi peringatan secara terang-terangan, sedang ia tetap menjauhkan diri dari jalan orang-orang kafir yang ia lumpuhkan kekuatannya, dan ia tebas leher¬-leher mereka. la menyerukan (kepada semua orang) untuk berjalan di jalan Tuhannya dengan cara bijaksana dan melalui penyampaian yang indah. Ia memporak-porandakan sembahan mereka, mengalahkan pahlawan-pahlawan mereka hingga mereka tercerai berai, lari tunggang langgang.

Kemudian malam menampakkan cahaya fajar kebenaran, memperlihatkan kemurniannya, suara agama terdengar lantang, suara-suara sumbang kejahatan dibungkam. Mahkota kemunafikan dihancurkan, tali kekafiran dan pengkhianatan dilenyapkan. Kemudian kalian beriman di antara orang-orang yang lapar padahal dahulunya kalian sudah berada di tepi jurang neraka. Dahulu kalian adalah perampas minuman orang-orang yang kehausan, orang-orang yang tertindas, yang minum dari air yang tergenang di jalan dan makan dari daging rampasan...”

Fathimah bercerita tentang keadaan mereka yang begitu rendah sebelum Islam,

“Dahulu, kalian adalah orang-orang terbuang yang hina, yang takut dianiaya oleh orang-orang di sekitar kalian. Namun, Allah menyelamatkan kalian dengan kehadiran ayahku, Muhammad, setelah begitu banyak pertempuran, dan setelah ia berhadapan dengan penjahat bangsa Arab dan iblis ahli kitab. Ketika mereka menyalakan api perang, Allah memadamkannya dan tatkala mahkota setan muncul atau mulut orang-orang kafir menentang, ia melenyapkan perpecahan ini bersama saudaranya (Ali) yang tidak akan mundur sampai ia menginjak sayapnya dengan satu kakinya dan memadamkan apinya dengan pedangnya...

...Ia (Ali) sangat mengetahui urusan Allah, begitu dekat dengan Rasulullah, pemimpin di antara hamba-hamba Allah siap berjuang, tulus dalam ucapannya, bersungguh-sungguh dan senantiasa siap berjuang untuk Islam sedang kalian bertenang-tenang, bergembira serta merasa aman pada kehidupan kalian yang menyenangkan. Kalian menunggu kami menghadapi bahaya, menanti berita, mundur di setiap kesusahan dan melarikan diri pada setiap pertempuran...

...Namun, ketika Allah mengambil Rasul-Nya dari tempat tinggal para Rasul dan hamba-hamba-Nya yang sungguh-sungguh, kevnunafikan muncul dalam dirimu. Kalian menanggalkan pakai keimanan. Pemimpin yang sesat berteriak lantang dan seorang pengecut maju ke depan dan berteriak. Lalu unta orang sombong mengibaskan ekornya di halaman rumahmu dan setan menjulurkan kepalanya dari tempat persembunyian memanggilmu. la mendengar seruan jawaban darimu dan menjalankan muslihatnya. la membangunkanmu dan begitu gembira mendengar jawaban langsung darimu, mengundangmu pada kutukan sehingga engkau menandai selain unta dan berjalan ke tempat minummu. Baru saja Rasulullah pergi. Luka masih menganga lebar dan juga belum sembuh, sedang ia belum dimakamkan. Perampasan begitu cepat kalian lakukan. Kalian mengira bahwa hal itu adalah pelindung dari perselisihan. Sesungguhnya mereka telah berselisih! Dan neraka melingkungi orang-orang kafir. Sungguh aneh! Sungguh suatu dusta! Kitab Allah telah berada di tangan kalian semua. Perkaranya sangat nyata, hukum-hukumnya begitu jelas, tandanya begitu menyilau-kan mata, larangan-larangannya sangat terang dan perintah-perintahnya sangat jelas. Akan tetapi semua itu kamu belakangi! Apakah kalian membencinya? Ataukah ada sesuatu yang ingin kalian kuasai? Azab Allah adalah balasan bagi orang-orang yang berdosa! Barang siapa yang menghendaki agama lain selain Islam, amalnya tidak akan diterima. Di akhirat nanti ia akan digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang merugi! Sesungguhnya kalian tidak menunda sampai perampasan kalian peroleh dan menjadi taat. Kalian kemudian mengobarkan api, menyulut bahan bakarnya, menghimpunnya dengan seruan iblis-iblis sesat, memadamkan cahaya agama yang bersinar dan mematikan rasul-rasul, penerang orang-orang yang beriman. Kalian sembunyikan dusta dan melemparkan putra¬putrinya (bersekongkol memperdaya mereka)...

...Tetapi kami bersabar sekiranya kalian menikam dengan pisau dan menusuk ulu hati kami dengan tombak. Kini kalian semua menganggap bahwa ia tidak mewariskan apapun! Apakah kalian semua menghendaki berlaku kembali hukum jahiliyah? Bagi orang-orang yang berkeyakinan, tiada hukum yang lebih baik selain hukum Allah. Tidakkah kalian ketahui, sesungguhnya telah jelas bagi kalian bahwa aku adalah putrinya. Wahai kaum Muslimin, terampaskah hakku?..

Wahai putra Abu Bakar Quhafah! Adakah ketentuan dalam kitab Nya bahwa engkau boleh mewarisi pusaka dari ayahmu sedangkan aku tidak boleh mewarisi pusaka ayahku? Apakah engkau berniat meninggalkan kitab Allah dan berpaling darinya? Tidakkah engkau temukan dalam kitab-Nya, ‘Sulaiman mewarisi Daud’. Demikian juga ketika dikisahkan, Berikanlah kepadaka seorang putra yang akan menjadi pewarisku dan mewarisi Yaqub. Kemudian, Orang-¬orang yang mempunyai hubungan kerabat lebih berhak atas orang-orang yang bukan sekerabat, ...Allah menetapkan hitungan waris satu bagian bagi anak laki-laki sama dengan dua bagian bagi anak perempuan...Jika ia meninggalkan harta pusaka, lalu ia wariskan kepada orangtua dan kerabat terdekat secara baik dan adil, itu adalah kewajiban orang-orang bertakwa melaksanakannya..

...Tetapi kalian menganggap aku tidak mempunyai hak pusaka dari ayahku! Apakah Allah menurunkan ayat-Nya hanya kepada kalian sedangkan la tidak menurunkannya kepada ayahku?...

...Kalian juga berkata, ‘Fathimah dan ayahnya berbeda agama dan mereka tidak mendapatkan warisan dari satu sama lainnya.’ Bukankah aku dan ayahku berasal dari agama yang sama? Ataukah engkau lebih mengetahui kekhususan-kekhususan dan perkara yang umum dari Quran daripada ayahku dan sepupuku, Ali ? Ambillah semuanya! Ayat-ayat yang kalian tinggalkan akan menemuimu di Padang Mahsyar. Hukum sebaik-baiknya adalah hukum Allah, pemimpin yang paling baik adalah Muhammad, dan hari yang paling baik adalah hari kebangkitan...

...Pada hari itu orang-orang yang berdosa akan merugi! Penyesalan atas perbuatan yang telah kalian lakukan tidak akan berguna! Karena setiap ujian ada batas waktunya, kalian akan mengetahui siapa yang akan mendapat siksa yang menghinakan dan dihadapkan pada azab yang tidak berkesudahan...”

Kemudian Fathimah berbicara kepada kaum Anshar, “Wahai orang-orang yang berakal! Pendukung-pendukung Islam ymig sangat kuat! Dan orang orang yang memeluk Islam! Kesalahan apa yang aku lakukan bila aku menuntut hakku? Mengapa kalian diam padahal engkau menyaksikan ketidakadilan menimpaku? Ingatkah kalian ucapan ayahku, ‘Seorang manusia akan diingat oleh anaknya!’ Betapa cepatnya kalian berpaling dari perintahnya! Dan begitu kilatnya kalian berkomplot terhadapku. Sebenarnya kalian masih mempunyai kemampuan dan usaha untuk membantu apa yang aku minta...

...Atau apakah kalian berpikir ‘Muhammad sudah wafat’? Sesungguhnya itu adalah bencana yang sangat besar. Kerusakannya begitu berat, luka yang ditimbulkannya begitu lebar, rasa sakitnya sukar disembuhkan. Bumi menjadi gulita karena kepergiannya, matahari tidak bersinar karena bencana yang ditimbulkannya, harapan-harapan hancur, gunung-gunung runtuh, kesucian dinodai dan kemurnian bahkan dikotori setelah ia tiada. Demi Allah! Ini adalah penderitaan yang besar, bencana yang hebat, tiada bencana dan kerugian yang lebih besar dari pada bencana yang tiba-tiba ini...

...Kitab Allah, yang berisi pengagungan asma-Nya paling indah, ayat-ayatnya dibacakan di rumah-rumah, di tempat kalian menghabiskan waktu pagi dan malam,;’Telah datang sebelumnya para Nabi dan para Utusan, ketetapan terakhir dan janji dipenuhi. Muhammad tidak lain hanyalah seorang Rasul. Telah berlalu rasul-rasul sebelumnya. Jika ia wafat atau terbunuh, apakah kalian akan berpaling darinya? Jika kalian berpaling, hal itu tidak akan merugikannya ataupun merugikan Allah. Allah akan membalas orang-orang yang sungguh-sungguh berjuang di jalan-Nya...’

... Wahai orang orang yang beriman! Apakah aku akan merampas pusaka ayahku sedang kalian mendengar dan menyaksikanku? Kalian duduk dan berada di dekatku. Kalian mendengar seruanku dan termasuk di dalam ajakannya. Jumlah kalian begitu banyak dan harta yang kalian miliki melimpah. Kalian memiliki kuasa dan alat, senjata dan perlindungan. Tetapi seruanku tidak kalian tanggapi, seruan itu datang kepada kalian tetapi kalian diam. Kalian terkenal dengan kegigihan, kebaikan, dan kekayaan. Kalian adalah orang-orang terpilih dan pilihan Nabi Muhammad bagi kami, Ahlulbait. Kalian memerangi orang kafir Arab, menanggung, derita, kelelahan, berperang melawan negara-negara besar dan mengalahkan pahlawan-pahlawan mereka. Saat itu kami masih hidup, sehingga kalian patuh menaati kami. Islam pun berjaya, kemenangan semakin dekat, benteng-benteng musuh ditaklukkan, kepalsuan dimusnahkan, api kekafiran dipadamkan dan aganrr ditegakkan. Tetapi mengapa kalian menjadi bingung padahal semua telah jelas? Menyembunyikan kebenaran setelah kalian menyerukannya? Merasa takut setelah kalian berani? Kafir setelah beriman? Tidakkah kalian akan memerangi orang-orang yang melanggar sumpahnya? Bersekongkol untuk mengusir rasul dan bertindak kasar dengan menyerang? Takutkah kalian kepada mereka? Tidak! Allah lah yang harus lebih kalian takuti jika kalian memang beriman!..

...Aku menyaksikan kalian lebih suka hidup bersenang-senang, melupakan wali kalian yang lebih berhak (Ali). Kalian ber¬selubungkan kain kepengecutan dan meninggalkan sesuatu yang telah kalian sebelumnya terima. Sekiranya kalian semua di muka bumi ini tidak bersyukur, Allah Maha Pengasih. Sesungguhnya aku berkata semua yang aku katakan dengan penuh pengetahuan bahwa kalian berniat meninggalkan aku, dan kalian merasakan pengkhianatan di dalam hati kalian. Inilah luapan kemarahan yang merata memenuhi dada. Kalian melemparkannya (kepemimpinan) ke punggung unta betina, yang berpunuk lemah, kesenangan yang abadi, bertanda murka Allah dan kesalahan yang akan menggiring kepada api (kemurkaan) Allah yang langsung menancap di lubuk hati. Karena Allah menyaksikan semua yang kalian perbuat, dan orang-orang zalim itu akan mengetahui seperti apa urusan-urusan mereka akan terjadi! Aku adalah putri sang pembawa peringatan kepada kalian akan azab yang pedih. Lakukanlah apa yang ingin kalian lakukan dan kami hanya akan menunggu!”

Dari peristiwa bersejarah ini nampaknya pada awalnya Sayidah Fathimah berhasil meluluhkan hati Abu Bakar untuk mengembalikan tanah Fadak kepadanya setelah mendengarkan khutbah yang ia sampaikan (menurut beberapa sejarahwan).

Setelah mendengar khutbah Fathimah, ia berkata, “Wahai putri Rasulullah Sesungguhnya Nabi Muhammad adalah ayahmu bukan ayah putri lain, saudara suamimu, bukan saudara lelaki lain. Sesungguhnya ia adalah orang yang paling dikasihi di antara semua sahabatnya dan Ali membantunya di setiap masalah yang paling penting, tiada seorangpun yang mencintaimu kecuali orang yang beruntung dan tiada seorangpun yang membencimu kecuali orang yang dimurkai. Engkau adalah putri Rasulullah paling agung, putri terpilih, petunjuk kami kepada kebaikan, jalan kami menuju surga dan engkau adalah penghulu para perempuan serta putri rasul paling mulia, benar segala ucapanmu dan lurus segala tindakanmu...

...Hakmu tidak kami langgar, sesungguhnya aku mendengar ayahmu berkata, ‘Kami para rasul tidak meninggalkan warisan ataupun mendapat warisan!’ Sesungguhnya inilah alasanku dan itu adalah hakmu (jika engkau menginginkannya). Harta ini tidak akan disembunyikan darimu ataupun dihilangkan darimu. Engkau adalah ibu negara ayahmu dan buah pohon yang diberkahi. Hartamu tidak akan dirampas atau namamu dihapus. Tuntutanmu akan aku penuhi dengan semua yang aku miliki. Apakah aku melanggar kehendak ayahmu?”

Sayidah Fathimah kemudian menyangkal pernyataan Abu Bakar bahwa Nabi Muhammad tidak mewariskan sesuatu. la menjawab,
“Maha Besar Allah! Sesungguhnya Rasul-Nya tidak meninggalkan Kitab Allah ataupun melanggar perintah-Nya. Tetapi ia melaksa¬nakan ketetapan-Nya dan menaati setiap ayat-Nya. Apakah engkau membuat-buat suatu dusta untuk membenarkan kepalsuanmu? Sesungguhnya bencana ini, setelah Nabi wafat, sama dengan persekongkolan yang kalian buat terhadapnya ketika ia masih ada. Tetapi camkanlah! Kitab Allah adalah kitab yang benar, hakim yang adil, yang menyatakan bahwa seseorang akan mewariskan kepadaku, mewariskan kepada keluarga Yaqub, dan Sulaiman mewariskan kepada Daud...

Maha Besar Allah yang telah menjelaskan bahwa la telah mene¬tapkan ketentuan warisan, menentukan besarnya, bagi perempuan dan laki-laki, dan menghilangkan semua keraguan dan makna yang ganda...

..Tetapi kamu telah mengada – adakan suatu dusta yang akan menguntungkan dirimu, cukuplah sabar bagiku atas aha y.mt; kalian ada-adakan dan Allah adalah sebaik-baiknya penolong...”

Sepertinya Abu Bakar berubah pikiran mendengar khutbah Fathimah dan ia memberikan tanggapan,
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya benar begitu pula dengan putri Rasul-Nya. Engkau adalah sumber hikmah, inti agama, dan satu-satunya petunjuk. Semoga Allah tidak menyangkal per¬nyataanmu ataupun menampik khutbahmu yang meyakinkan. Akan tetapi umat lah yang telah mempercayaiku untuk memegang tampuk kepemimpinan berdasarkan keinginan mereka. Aku tidak berniat untuk menyambongkan diri, otokrat, atau mementingkan diri sendiri dan mereka adalah saksiku.”

Mendengar ini, Fathimah berkata,

“Wahai manusia! Siapakah yang telah membuat-buat dusta dan yang berdiam diri terhadap aib dan perbuatan tercela ini? Tidakkah kalian bercermin kepada Quran, ataukah hati-hati kalian telah tertutup? Hati kalian kotor karena dosa yang kalian lakukan, dosa yang telah menutup pandangan dan pendengaran kalian. Tercelalah semua yang kalian ada-adakan dan terkutuklah apa yang akan dibangkitkan untukmu dan mengerikan balasan yang akan kalian terima! Demi Allah! Kalian akan memikul beban yang sangat berat dan akibatnya sangat mengerikan! Pada Hari itu tirai akan disingkapkan dan azab akan diperlihatkan. Ketika kalian dihadapkan Allah kepadanya yang tidak kalian kira, semua yang mengada-adakan dusta akan musnah.”

Meskipun tanggapan Abu Bakar selanjutnya tidak dapat dinyatakan dengan bukti yang sahih atas khutbah yang disampaikan Fathimah tadi, nampaknya Abu Bakar memutuskan untuk menyerahkan tanah Fadak kepadanya.
Tetapi ketika Fathimah meninggalkan rumah Abu Bakar, Umar tiba-tiba muncul dan menegur Abu Bakar, “Apa yang engkau bawa ditanganmu ?” Abu Bakar menjawab, “Surat pernyataan yang aku tanda tangani bahwa Fadak dan warisan Nabi Muhammad diserahkan kepada Fathimah” Umar kemudian, “Dengan apa kamu keluarkan biaya untuk kaum Muslimin sekiranya bangsa Arab memerangi kamu?” Umar merapas surat tersebut lalu merobeknya.

Fakta Lain Mengenai Tanah Fadak
Sekarang kami akan mengemukakan komentar-komentar berkenaan dengan khumus dan fa’i dari kitab Futuh al-Buldan karya Baladzuri:

Akhirnya mereka mencari jalan damai mengenai persoalan itu. Kami akan pergi dari kota kami, menanggalkan senjata, baju besi, dan kami hanya membawa barang-barang yang dapat diangkut oleh unta. Semua benda termasuk senjata, baju besi, kebun dan tanah akan menjadi milik Nabi Muhammad. Dalam hal ini harta benda Bani Nadhir menjadi milik Nabi Muhammad. la menanam pohon kurma dan mengambil hasilnya. Dari hasil ini ia mengeluarkan biaya untuk keperluan keluarganya selama setahun penuh.

Dari pernyataan pertama ini, harta benda Bani Nadhir secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad. la memerintahkan kebun ini ditanami untuk menghidupi keluarganya.
Perawi menyatakan bahwa pada ayat ini Allah SWT telah mem¬beritakan kepada kaum Muslimin bahwa harta benda ini secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad, dan bukan milik orang lain.

Pernyataan kedua menetapkan bahwa karena kaum Muslimin tidak menggunakan kuda serta unta-unta mereka untuk menyerang Bani Nadhir, harta mereka ini secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad.

Khalifah Umar bin Khattab menyatakan bahwa harta benda Bani Nadhir adalah salah satu harta yang telah Allah anugrahkan kepada Nabi Muhammad tanpa melalui peperangan. Dan karena kaum Muslimin tidak mengerahkan kuda serta unta mereka, kuda serta unta tersebut menjadi milik Nabi Muhammad. Dari hasil yang diperoleh, Nabi biasanya mengeluarkan biaya untuk keperluan keluarganya selama setahun penuh, dan semua sisanya dihabiskan di jalan Allah atau untuk kuda dan senjata.

Pernyataan ini menegaskan bahwa khalifah Umar menyatakan bahwa harta benda Bani Nadhir secara khusus milik Nabi Muhammad dan dari harta tersebut Nabi mengeluarkannya untuk membiayai keluarganya setahun penuh.

Diriwayatkan bahwa sekembalinya dari perang Khaibar, Nabi Muhammad mengutus Muhayasan bin Mas’ud Anshuri untuk menemui pemilik Fadak untuk mengajak mereka masuk Islam. Saat itu, pemimpin mereka adalah seorang lelaki Yahudi bernama Yusha bin Nun. la menawarkan perdamaian kepada Nabi Muhammad dengan memberi setengah dari tanah tersebut kepada Nabi. Nabi pun menerimanya. Maka, tanah Fadak secara khusus menjadi harta milik Nabi Muhammad karena kaum Muslimin tidak menunggang kuda dan unta di tanah Fadak itu.

Di sini, dinyatakan bahwa Fadak diberikan Allah kepada Nabi Muhammad tanpa melalui pertempuran. Dengan demikian harta ini secara khusus ditujukan kepada Nabi Muhammad.
Fathimah berkata kepada khalifah Abu Bakar, “Berikan tanah Fadak itu kepadaku, karena Rasulullah telah menyimpannya untukku!” Fathimah mengajukan Ali sebagai saksi tetapi Abu Bakar meminta saksi lain. la menghadirkan Ummu Aiman- Abu Bakar berkata, “Wahai, putri Rasullullah! Engkau mengetahui bahwa bukti ini tidak kuat kecuali diberikan oleh satu lelaki cian dua orang perempuan.”

Mendengar hal ini Fathimah pergi. Dari pernyataan ini, Fathimali berkata kepada Abu Bakar, “Berikanlah Fadak itu kepadaku karuna Rasulullah telah menyimpannya untukku!” Sebagai jawabannya Fathimali diminta menghadirkan saksi yang kemudian ditolak.
Fathimah berkata kepada Abu Bakar, “Berikan Fadak kepadaku karena Rasulullah telah memberikannya padaku!” Abia Bakar meminta bukti. Fathimah menghadirkan Ummu Aiman dan Rubab, gadis budak yang dibebaskan Nabi Muhammad duo kuduanp memberi kesaksian. Abu Bakar berkata, “Bukti ini tidak mencukupi. Saksi harus terdiri dari satu orang laki-laki dan dua orang perempuan.

Fakta Lain Mengenai Tanah Fadak

Sekarang kami akan mengemukakan komentar-komentar berkenaan dengan khumus dan fa’i dari kitab Futuh al-Buldan karya Baladzuri:

Akhirnya mereka mencari jalan damai mengenai persoalan itu. Kami akan pergi dari kota kami, menanggalkan senjata, baju besi, dan kami hanya membawa barang-barang yang dapat diangkut oleh unta. Semua benda termasuk senjata, baju besi, kebun dan tanah akan menjadi milik Nabi Muhammad. Dalam hal ini harta benda Bani Nadhir menjadi milik Nabi Muhammad. la menanam pohon kurma dan mengambil hasilnya. Dari hasil ini ia mengeluarkan biaya untuk keperluan keluarganya selama setahun penuh.

Dari pernyataan pertama ini, harta benda Bani Nadhir secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad. la memerintahkan kebun ini ditanami untuk menghidupi keluarganya.

Perawi menyatakan bahwa pada ayat ini Allah SWT telah mem¬beritakan kepada kaum Muslimin bahwa harta benda ini secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad, dan bukan milik orang lain.

Pernyataan kedua menetapkan bahwa karena kaum Muslimin tidak menggunakan kuda serta unta-unta mereka untuk menyerang Bani Nadhir, harta mereka ini secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad.

Khalifah Umar bin Khattab menyatakan bahwa harta benda Bani Nadhir adalah salah satu harta yang telah Allah anugrahkan kepada Nabi Muhammad tanpa melalui peperangan. Dan karena kaum Muslimin tidak mengerahkan kuda serta unta mereka, kuda serta unta tersebut menjadi milik Nabi Muhammad. Dari hasil yang diperoleh, Nabi biasanya mengeluarkan biaya untuk keperluan keluarganya selama setahun penuh, dan semua sisanya dihabiskan di jalan Allah atau untuk kuda dan senjata.

Pernyataan ini menegaskan bahwa khalifah Umar menyatakan bahwa harta benda Bani Nadhir secara khusus milik Nabi Muhammad dan dari harta tersebut Nabi mengeluarkannya untuk membiayai keluarganya setahun penuh.

Diriwayatkan bahwa sekembalinya dari perang Khaibar, Nabi Muhammad mengutus Muhayasan bin Mas’ud Anshuri untuk menemui pemilik Fadak untuk mengajak mereka masuk Islam. Saat itu, pemimpin mereka adalah seorang lelaki Yahudi bernama Yusha bin Nun. la menawarkan perdamaian kepada Nabi Muhammad dengan memberi setengah dari tanah tersebut kepada Nabi. Nabi pun menerimanya. Maka, tanah Fadak secara khusus menjadi harta milik Nabi Muhammad karena kaum Muslimin tidak menunggang kuda dan unta di tanah Fadak itu.

Di sini, dinyatakan bahwa Fadak diberikan Allah kepada Nabi Muhammad tanpa melalui pertempuran. Dengan demikian harta ini secara khusus ditujukan kepada Nabi Muhammad.

Fathimah berkata kepada khalifah Abu Bakar, “Berikan tanah Fadak itu kepadaku, karena Rasulullah telah menyimpannya untukku!” Fathimah mengajukan Ali sebagai saksi tetapi Abu Bakar meminta saksi lain. la menghadirkan Ummu Aiman- Abu Bakar berkata, “Wahai, putri Rasullullah! Engkau mengetahui bahwa bukti ini tidak kuat kecuali diberikan oleh satu lelaki dan dua orang perempuan.”

Mendengar hal ini Fathimah pergi. Dari pernyataan ini, Fathima berkata kepada Abu Bakar, “Berikanlah Fadak itu kepadaku karuna Rasulullah telah menyimpannya untukku!” Sebagai jawabannya Fathima diminta menghadirkan saksi yang kemudian ditolak.

Fathimah berkata kepada Abu Bakar, “Berikan Fadak kepadaku karena Rasulullah telah memberikannya padaku!” Abu Bakar meminta bukti. Fathimah menghadirkan Ummu Aiman dan Rubab, gadis budak yang dibebaskan Nabi Muhammad dan kuduanya memberi kesaksian. Abu Bakar berkata, “Bukti ini tidak mencukupi. Saksi harus terdiri dari satu orang laki-laki dan dua orang perempuan.

Fakta Lain Mengenai Tanah Fadak

Sekarang kami akan mengemukakan komentar-komentar berkenaan dengan khumus dan fa’i dari kitab Futuh al-Buldan karya Baladzuri:

Akhirnya mereka mencari jalan damai mengenai persoalan itu. Kami akan pergi dari kota kami, menanggalkan senjata, baju besi, dan kami hanya membawa barang-barang yang dapat diangkut oleh unta. Semua benda termasuk senjata, baju besi, kebun dan tanah akan menjadi milik Nabi Muhammad. Dalam hal ini harta benda Bani Nadhir menjadi milik Nabi Muhammad. la menanam pohon kurma dan mengambil hasilnya. Dari hasil ini ia mengeluarkan biaya untuk keperluan keluarganya selama setahun penuh.

Dari pernyataan pertama ini, harta benda Bani Nadhir secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad. la memerintahkan kebun ini ditanami untuk menghidupi keluarganya.

Perawi menyatakan bahwa pada ayat ini Allah SWT telah mem¬beritakan kepada kaum Muslimin bahwa harta benda ini secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad, dan bukan milik orang lain.

Pernyataan kedua menetapkan bahwa karena kaum Muslimin tidak menggunakan kuda serta unta-unta mereka untuk menyerang Bani Nadhir, harta mereka ini secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad.

Khalifah Umar bin Khattab menyatakan bahwa harta benda Bani Nadhir adalah salah satu harta yang telah Allah anugrahkan kepada Nabi Muhammad tanpa melalui peperangan. Dan karena kaum Muslimin tidak mengerahkan kuda serta unta mereka, kuda serta unta tersebut menjadi milik Nabi Muhammad. Dari hasil yang diperoleh, Nabi biasanya mengeluarkan biaya untuk keperluan keluarganya selama setahun penuh, dan semua sisanya dihabiskan di jalan Allah atau untuk kuda dan senjata.

Pernyataan ini menegaskan bahwa khalifah Umar menyatakan bahwa harta benda Bani Nadhir secara khusus milik Nabi Muhammad dan dari harta tersebut Nabi mengeluarkannya untuk membiayai keluarganya setahun penuh.

Diriwayatkan bahwa sekembalinya dari perang Khaibar, Nabi Muhammad mengutus Muhayasan bin Mas’ud Anshuri untuk menemui pemilik Fadak untuk mengajak mereka masuk Islam. Saat itu, pemimpin mereka adalah seorang lelaki Yahudi bernama Yusha bin Nun. la menawarkan perdamaian kepada Nabi Muhammad dengan memberi setengah dari tanah tersebut kepada Nabi. Nabi pun menerimanya. Maka, tanah Fadak secara khusus menjadi harta milik Nabi Muhammad karena kaum Muslimin tidak menunggang kuda dan unta di tanah Fadak itu.

Di sini, dinyatakan bahwa Fadak diberikan Allah kepada Nabi Muhammad tanpa melalui pertempuran. Dengan demikian harta ini secara khusus ditujukan kepada Nabi Muhammad.

Fathimah berkata kepada khalifah Abu Bakar, “Berikan tanah Fadak itu kepadaku, karena Rasulullah telah menyimpannya untukku!” Fathimah mengajukan Ali sebagai saksi tetapi Abu Bakar meminta saksi lain. la menghadirkan Ummu Aiman- Abu Bakar berkata, “Wahai, putri Rasullullah! Engkau mengetahui bahwa bukti ini tidak kuat kecuali diberikan oleh satu lelaki dan dua orang perempuan.”

Mendengar hal ini Fathimah pergi. Dari pernyataan ini, Fathima berkata kepada Abu Bakar, “Berikanlah Fadak itu kepadaku karuna Rasulullah telah menyimpannya untukku!” Sebagai jawabannya Fathima diminta menghadirkan saksi yang kemudian ditolak.

Fathimah berkata kepada Abu Bakar, “Berikan Fadak kepadaku karena Rasulullah telah memberikannya padaku!” Abu Bakar meminta bukti. Fathimah menghadirkan Ummu Aiman dan Rubab, gadis budak yang dibebaskan Nabi Muhammad dan kuduanya memberi kesaksian. Abu Bakar berkata, “Bukti ini tidak mencukupi. Saksi harus terdiri dari satu orang laki-laki dan dua orang perempuan.

Dari kisah ini Fathimah berkata pada Abu Bakar, “Berikan Fadak kepadaku karena Rasulullah telah memberikanya padaku!” Artinya bahwa harta ini milik Fathimah dan berada di bawah kuasanya sejak Nabi Muhammad masih hidup dan tidak ada seorangpun yang menghilangkan hak Fathimah atas harta ini.

Fathimah menemui khalifah Abu Bakar dan bertanya, “Siapa yang akan menjadi pewarismu jika engkau wafat?” Abu Bakar menjawab, “Anak-anakku!” Fathimah berkata, “Lalu mengapa meski aku masih hidup, engkau telah menjadi pewaris ayahku?” Abu Bakar menjawab, “Wahai, putri Rasulullah! Demi Allah, aku tidak mewarisi emas atau perak atau harta benda lain dari ayahmu.” Fathimah berkata, “Khaibar adalah bagian kami dan tanah Fadak adalah hadiah bagi kami!” Abu Bakar berkata, “Wahai putri Rasulullah! Aku mendengar Rasulullah berkata, ‘Sumber penghidupan hanya diberikan ketika aku masih hidup. Sepeninggalku, semuanya akan aku berikan kepada kaum Muslimin.”‘

Dari kisah ini Fathimah bertanya kepada Abu Bakar, “Apa bila engkau wafat siapa yang menjadi pewarismu?” Abu Bakar menjawab, “Anak-¬anakku!” Fathimah yang berada di sana berkata, “Lalu mengapa engkau menjadi pewaris Rasulullah meski aku masih hidup?” Abu Bakar berkata, ‘ Aku mendengar Rasulullah berkata, `Sumber penghasilan ini diberikan ketika aku masih hidup. Sepeninggalku, harta ini harus diberikan kepada kaum Muslimin.”‘ Beberapa pertanyaan muncul dari dari kisah ini. Apakah setelah Nabi Muhammad wafat kebutuhan ekonomi keluarganya pun terhenti? Apakah Allah memberi kekecualian kepada keluarga Nabi Muhammad dalam ayat tentang warisan? Apakah ada ketentuan dalam Quran bahwa jika Abu Bakar wafat anak-anaknya mendapat warisan darinya sedangkan ketika Nabi wafat, putra-putrinya tidak mendapat warisan darinya?

Ayat ‘Karena engkau tidak mengerahkan kuda-kuda dan unta-unta (bahkan tidak berperang)....’ wilayah Fadak dan daerah-daerah Arab lainnya, secara khusus diberikan kepada Nabi Muhammad.

Menurut ayat ini, tanah Fadak dan beberapa wilayah Arab lainnya secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad.

Pada tahun 210 H Khalifah Makmun bin Harun Rasyid memberi perintah untuk menyerahkan Fadak kepada keturunan Nabi Muhammad dan menuliskan hal ini kepada Qasim bin Ja’far yang saat itu menjadi gubenur Madinah. Sebagai ulama agama dan keturunan Nabi Muhammad, Khalifah Makmun mematuhi dan melaksanakan sunnah. la keluarkan harta yang menjadi warisannya kepada orang lain sebagai sedekah. Khalifah Makmun hanya meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah agar setiap perbuatan yang ia lakukan senantiasa mendapatkan ridha¬Nya. Nabi Muhammad telah menghadiahkan tanah Fadak kepada putrinya, Fathimah.

Hadis ini terkenal dan tidak ada perbedaan di antara keturunan Nabi Muhammad. Berdasarkan hadis ini, Amirul Mukminin meminta tanah Fadak. Masalah ini sangat harus diselesaikan karena kecintaannya kepada Nabi Muhammad. Oleh karenanya, Amirul Mukminin menganggap penyerahan tanah Fadak kepada keturunan Fathimah, adalah wajib dan mempercayakan tanah ini kepada mereka agar Allah senantiasa ridha dengan menegakkan kebenaran dan keadilan dan menjaga keridhaan Nabi dengan melaksanakan perintahnya. Khalifah Makmun lalu meme¬rintahkan untuk mencatat hal ini dalam catatannya dan memberitahu para pegawainya.

Karena di setiap ibadah haji, sejak Nabi Muhammad wafat, diumumkan bahwa siapapun yang telah diberi sedekah atau dijanjikan sesuatu, ia harus datang dan permintaannya akan di terima, dan janjinya akan dipenuhi, maka Fathimah lebih berhak akan hal itu dan tuntutan atas harta yang telah diberikan kepadanya adalah benar.

Amirul Mukminin telah memerintahkan budaknya yang telah dibebaskan, Mubarak Thabari, agar tanah Fadak dengan seluruh hatas wilayah yang sesungguhnya, hak-hak yang ada di dalamnya, hara budak yang bekerja di sana, serta pajaknya harus diserahkan kohada keturunan Fathimah yaitu Muhammad bin Yahya bin Husain bin Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib karena Amirul Mukminin telah mempercayakan pengurusan permasalah ini kepada mereka.

Ketahuilah, ini adalah keputusan Amirul Mukminin dan Allah SWT telah mengingatkannya karena ketaatan dan ketundukan kepada¬Nya serta ketentuan yang Allah berikan melalui kedekatan yang ia rasakan dengan Allah dan Rasul-Nya. Anda harus menghargai Mubarak Thabari dan berurusan dengan Muhammad bin Yahya dan Muhammad bin yang telah ditunjuk Amirui Mukminin sebagai orang yang dipercaya dalam masalah yang sama sebagaimana anda berurusan dengan Mubarak Thabari, dan bekerja sama dengan mereka dalam, jika Allah menghendaki, pertumbuhan, kemajuan dan peningkatan hasil-hasil Fadak.

Maklumat ini ditulis pada hari Rabu, 2 Zulqaidah 210 H. Tetapi ketika Mutawakil menjadi khalifah. la mengambil alih tanah Fadak. Dari kisah ini, Khalifah Makmun telah mengeluarkan maklumat. la menulis kepada Gubenur Madinah Qasim bin Jafar untuk menyerahkan Fadak kepada keturunan Fathimah. Dalam maklumatnya ia menyatakan bahwa Nabi Muhammad telah menghadiahkan tanah Fadak kepada Fathimah. la juga menuliskan bahwa selama bulan Haji, diumumkan bahwa jika Nabi Muhammad telah menjanjikan sesuatu, ia harus memberitahunya dan ucapan orang-orang yang mengatakan hal tersebut akan diterima tanpa perlu menghadirkan saksi. Pada kasus yang sama, Fathimah berargumen bahwa tuntutannya harus diterima dan harus diberikan atas apa yang telah menjadi haknya dari Nabi Muhammad. Tetapi, hal tersebut tidak dilakukan. Setiap orang dipenuhi permintaannya atas dasar tuntutannya tanpa harus menghadirkan saksi, tetapi putri Rasullullah yang keutamaamya telah disebutkan oleh ayat pensucian (QS. al-Ahzab : 33) diminta untuk menghadirkan saksi, dan saksi-saksi yang ia hadirkan tidak diterima.

Kisah Singkat Tanah Fadak Setelah Wafatnya Fathimah

Motif yang melatarbelakangi kami menjelaskan lebih jauh sejarah tanah Fadak dan menyarikan kelanjutan kisah peristiwa-peristiwa setelahnya selama tiga abad dari teks sejarah adalah untuk menjelaskan tiga perkara berikut :

Pertama, aturan pembatalan warisan dari Nabi yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW, dengan kata lain harta benda Nabi Muhammad merupakan sebagian dari harta masyarakat dan milik seluruh kaum Muslimin. Hal ini pertama kali dilakukan oleh Abu Bakar, tetapi ditolak oleh penerus-penerusnya, baik oleh Umar dan Utsman, apalagi oleh Bani Umayyah serta Bani Abbasiah. Kita harus mempertimbangkan bahwa keabsahan dan kebenaran kekhalifahan mereka bergantung pada kebenaran dan kesahan khalifah pertama dan tindakannya.

Kedua, Ali dan keturunan Fathimah tidak pernah merasa ragu dengan kebenaran tuntutan mereka. Mereka menegaskan dan berkeras bahwa Fathimah senantiasa benar dan tuntutan Abu Bakar salah, dan mereka tidak pernah menuntut sesuatu yang salah.

Ketiga, ketika salah satu khalifah memutuskan sesuatu untuk menjalankan perintah Allah sehubungan dengan persoalan Fadak, ukuran keadilan seorang khalifah dan perlindungannya atas hak orang lain menurut hukum Islam, ditunjukkan dengan dipulangkan dan diserahkannya tanah Fadak kepada keturunan Fathimah.
Berikut ini adalah kejadian-kejadian yang berkenaan dengan tanah Fadak:

l) Umar adalah orang yang paling menentang memberikan warisan tanah Fadak kepada Fathimah, sebagaimana yang ia akui sendiri;

“Ketika Rasulullah wafat aku bersama Abu Bakar menemui Ali bin Abi Thalib dan bertanya padanya, ‘Bagaimana pendapatmu tentang harta yang Rasulullah tinggalkan?’ Ali menjawab, `Kami adalah orang-orang yang paling berhak atas peninggalan Nabi Muhammad.’ Aku menambahkan, ‘Bahkan dengan harta Khaibar?’ Ali menjawab lagi, ‘Ya, bahkan harta Khaibar.’ Aku bertanya kembali, ‘Juga Fadak?’ Ali menjawab, ‘Ya, bahkan tanah Fadak.” Kemudian aku berkata, ‘Demi Allah, kami tidak akan memberikannya walaupun engkau tobas leher-leher kami dengan kampak!”

Sebagaimana yang telah dibahas sebulumnya, Umar menganulir dokumen Fadak dan merobeknya. Tetapi ketika Umar menjadi khalifah (13/643-23/644), ia menyerahkan tanah Fadak kepada pewaris Nabi Muhammad. Yaqut Hamawi, sejarah dan ahli geografi kenamaan, menceritakan peristiwa Fadak berikut,

“Kemudian, ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah dan mendapatkan kemenangan demi kemenangan, dan kaum Muslimin memiliki harta yang melimpah (harta masyarakat telah memenuhi kebutuhan khalifah), ia membuat keputusan yang bertentangan dengan khalifah sebelumnya dan memberikan kembali tanah Fadak kepada pewaris Nabi Muhammad. Lalu Ali bin Abi Thalib berdebat dengan Ibn Abbas mengenai Fadak. ,

Ali berkata bahwa Nabi Muhammad telah memberikan tanah itu kepada Fathimah ketika masih hidup. Abbas menyangkalnya dengan berkata, ‘Fadak adalah milik Nabi Muhammad dan aku merupakan bagian dari pewarisnya.’ Mereka memperdebatkan persoalan itu dan meminta Umar untuk menyelesaikan masalah tersebut. Umar berkata, ‘Kalian paling mengetahui masalah kalian sedang aku hanya memberikannya kepada kalian.”52

Catatan: Bagian akhir peristiwa sejarah ini telah ditambah-tambahi agar terlihat masalah dipersoalkannya warisan oleh saudara yang wafat atau oleh pamannya ketika orang yang wafat tidak memiliki anak lelaki. Persoalan ini merupakan masalah yang diperdebatkan di antara aliran¬aliran Islam.

Abbas tidak berhak menuntut harta ini karena tidak ditunjukkan kalau ia memiliki bagian dalam harta ini, demikian pula dengan keturunannya. Mereka tidak menganggapnya sebagai salah satu harta mereka bahkan ketika mereka berkuasa dan menjadi khalifah. Biasanya mereka memberikan harta ini saat menjabat khalifah atau mengembalikannya kepada ketunman Fathimah. Contohnya ketika mereka menjadi gubernur .

2) Ketika Utsman menjadi khalifah setelah Umar wafat, ia memberikan tanah Fadak itu kepada Marwan bin Hakam, sepupunya. Inilah salah satu penyebab timbulnya sikap oposisi di kalangan kaum Muslimin yang berujung pada pemberontakkan dan pembunuhan terhadap dirinya.

Demikianlah, akhirnya Fadak jatuh ke tangan Marwan. Ia menjual hasil panen dan produk-produknya paling sedikit 10 ribu dinar per tahun, dan apabila ada penurunan dalam beberapa tahun ia tidak mengumumkannya. Itulah laba keuntungan yang biasa dihasilknn hingga masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz.

3) Ketika Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi khalifah, ia membagi-bagi hasil Fadak kepada Marwan dan lainnya. la membagi 1/3 hasilnp kepada Marwan, 1/31agi kepada keluarga Utsman bin Affan, dan 1/3 kepada anaknya, Yazid. Inilah yang terjadi setelah wafatnya Imam Hasan. Menurut sejarahwan Sunni, Ya’qubi, hal ini dilakukan untuk membuat marah keturunan Nabi Muhammad SAW.”

Harta tersebut dimiliki ketiga orang di atas hingga ketika Marwan menjadi khalifah, ia mengambil alih semua harta tersebut. Kemudian ia memberikannya kepada kedua putranya, Abdul Malik bin Marwan dan Abdul Aziz bin Marwan. Abdul Aziz bin Marwan memberikan bagiannya kepada putranya, Umar bin Abdul Aziz bin Marwan.

4) Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, ia menyampaikan khutbah berikut.
sesungguhnya, Fadak adalah salah satu harta yang telah Allah berikan kepada Utusan-Nya, dan tiada kuda ataupun unta yang dikerahkan untuk mengambilnya.

la menyebutkan persoalan Fadak yang dipegang oleh khalifah-¬khalifah sebelumnya;
Marwan memberikan tanah Fadak kepada ayahku: Tanah itu menjadi milikku, Walid, dan Sulaiman (dua putra Abdul Malik). Ketika Wahid menjadi khalifah, aku meminta bagiannya dan ia berikan kepadaku. Lalu aku gabungkan ketiga harta ini sehingga aku memiliki harta yang tidak lebih aku cintai selainnya. Saksikanlah bahwa aku kembalikan harta ini kepada pemilik sahnya!

Ia menulis surat ini kepada Gubernur di Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amri bin Hazm, dan Memerintahkannya untuk melaksanakan apa yang ia nyatakan dalam khutbahnya. Fadak kembali menjadi milik keturunan Fathimah. Inilah pertama kalinya penindasan dihilangkan dengan mengembalikan tanah Fadak kepada putra-putri Ali bin Abi Thalib.

5) Tatkala Yazid bin Abdul Malik menjadi khalifah (101/720-105/724), ia merampas Fadak sehingga lepas dari tangan putra-putri Ali bin Abi Thalib. Harta tersebut jatuh ke tangan keluarga Marwan seperti sebelumnya. Mereka mewariskan dari satu keluarga ke keluarga lainnya hingga kekhalifahan mereka berakhir dan pindah kepada Bani Abbasiah.

6) Ketika Abu Abbas Saffah menjadi kalifah pertama dari dinasti Abbasiah (132/749-136/754) ia mengembalikan tanah Fadak pada keturunan Fathimah.
7) etika Abu Ja’far Mansyur Dawaniqi (136/754-158/775) menjadi khalifah, ia merampas Fadak dari keluarga Fathimah.

8) Ketika Muhammad Mahdi bin Mansyur menjadi khalifah (158/775¬169/785), ia mengembalikan Fadak kepada putra-putri Fathimah.

9) Musa Hadi bin Mahdi (169/785-170/786) dan saudaranya Harun Rasyid (170/786-193/809) merampasnya dari keturunan Fathimah yang saat tanah Fadak berada di tangan Bani Abbasiah hingga Makmun menjadi khalifah (193/831-218/833).
10). Makmun Abbas mengembalikan tanah Fadak kepada keturunan Fathimah. I-Ial ini diriwayatkan dari Mahdi bin Sabiq,

suatu hari Makmun duduk mendengarkan keluhan orang-orang dan menyelesaikan persoalan. Keluhan pertama yang ia dengar menyebabkannya menangis ketika melihatnya. la bertanya di mana wakil putri Nabi Muhammad. Seorang lelaki tua berdiri dan maju ke depan. la berdebat dengannya mengenai Fadak dan Makmun juga berdebat dengannya hingga ia mengalahkan Makmun.”

Makmun mengumpulkan ahli-ahli fikih Islam dan menanyai mereka tentang tuntutan Bani Fathimah. Mereka meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad memberikan Fadak kepada Fathimah dan setelah Nabi wafat, Fathimah minta Abu Bakar mengembalikan Fadaknya padanya. Abu Bakar memintanya untuk menghadirkan saksi atas tuntutannyn berkenaan dengan pemberian itu, dan ia menghadirkan Ali, Hasan, Husain dan Ummu Aiman sebagai saksi. Mereka bersaksi untuk Fathimah tetapi Abu Bakar menolak saksi-saksi tersebut.
Kemudian Makmun bertanya kepada para ulama, `Bagaimana pendapat kalian mengenai Ummu Aiman?’ Mereka menjawab, ‘Ia adalah perempuan yang mendengar Nabi Muhammad bersaksi bahwa dirinya adalah salah satu penghuni surga.’ Makmun berdebat panjang lebar dengan mereka dan memaksa agar argumen-argumen mereka disertai bukti-bukti sampai akhirnya mereka mengakui bahwa Ali, Hasan, Husain dan Ummu Aiman sungguh-sungguh memberi kesaksian yang benar. Ketika mereka sepakat menerima bukti ini, Makmun menyerahkan Fadak kepada keturunan Fathimah.”

11) Selama masa kekhalifahan Makmun, tanah Fadak kembali ke tangan keturunan Fathimah, dan terus berlanjut hingga kekhalifahan Mu’tashim (218/833-277/842) dan Watin (227/842-232/847).

12) Ketika menjadi khalifah, Ja’far Mutawakil memberi perintah untuk mengambil kembali tanah Fadak dari keturunan Fathimah.

13) Saat Mutawakil terbunuh dan Mu’tashim, putranya, menggantikan dirinya (247/861-248/862), ia memerintahkan agar tanah Fadak dikembalikan kepada keturunan Husain dan Hasan, dan memberikan derma Abu Thalib kepada mereka. Peristiwa ini terjadi pada 248/ 862.

14) Nampaknya Fadak dirampas kembali dari tangan Fathimah setelah wafatnya Mu’tashim, karena Abdul Hasan Ali bin Isa Iribili (w. 692/1293) menyebutkan bahwa Muntadid (279/892-289/ 902) mengembalikan tanah Fadak kepada keturunan Fathimah. Kemudian ia bercerita bahwa Muqtafi (829/902-295/908) merampas tanah Fadak. Diriwayatkan juga bahwa Muqtadir (295/908-320/932) mengembalikan kembali pada mereka.

15) Setelah begitu lama diambil alih dan dikembalikan, tanah Fadak kembali menjadi milik perampasnya serta para keturunannya. Hal ini tidak disebutkan lebih jauh dalam sejarah dan tirai kenyataan pun ditutup.

Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini? (QS. al-Maidah : 50).

Sumber hadits shahih sunni dan syi'i mengenai tanah fadak

1. Lihat Shahih Bukhari, versi Arab-Inggris, jilid 8, hadis 8.17

2. Referensi hadis Sunni: Bukhari, Arab-Inggris, vol. 8, hadis 8.17.

3. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 55; Sirah aai-Nabawiyyah oleh Ibnu Hisyam, jilid 4, ha1.309; Tarikh ath-Thabari, jilid 1, hal. 1822; Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 192.
4. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.188-189.

5. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari (bahasa Arab), jilid 1, hal. 1118-1120; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 325; al-Isti’ab oleh Ibnu Abdil Barr, jilid 3, hal. 975; Tarikh al-Khulafa oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 20; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Qutaibah, jilid 1, ha1.19-20.

6. Referensi hadis: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.186¬187. Pada catatan kaki di halaman yang sama (ha1.187) penerjemahnya memberi komentar, “Meskipun waktunya tidak jelas, nampaknya Ali dan kelompoknya mengetahui tentang peristiwa di Saqifah setelah apa yang terjadi di sana. Para pendukungnya berkumpul di rumah Fathimah. Abu Bakar dan Umar sangat menyadari tuntutan Ali. Karena takut ancaman serius dari pendukung Ali, Umar mengajaknya ke masjid untuk memberi sumpah setia. Ali menolak, sehingga rumah tersebut dikelilingi oleh pasukan pimpinan Abu Bakar-Umar, yang mengancam akan membakar rumah sekiranya Ali dan pengikutnya tidak keluar dan memberi sumpah setia kepaLta Abu Bakar. Keadaan bertambah panas dan Fathimah marah. Lihat Ansab Asyraf oleh Baladzuri dalam kitabnya jilid 1, ha1.582-586; Tarikh Ya’qubi, jilid 1, ha1.116, al-Imamah wn as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 19-20.

7. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, pada peristiwa tahun 11 H; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, pengantar isi, dan ha1.19-20; Izalat al-Khalifah oleh Syah Wahuilah Muhaddis Dehlavi, jilid 2, hal. 362; Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah Malik, jilid 2, bab Saqifah.

8. Referensi hadis Sunni: Kanz al-Ummal, jilid 3, hal. 140.

9. Referensi hadis Sunni: al-Faruq oleh Syibli Numani, hal. 44.

10. Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Ya’qubi, jilid 2, ha1.115-116; Asab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, hal. 582, 586.

11. Referensi hadis Sunni: al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 3, 19-20.

12. Referensi hadis Sunni: al-Ansab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, ha1.582, 586.

13. Referensi hadis Sunni: Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah, bagian 3, ha1.63; al-Ghurar oleh Ibnu Khazaben, bersumber dari Zaid Ibnu Aslam.

14. Al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal.4.

15. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab ¬Inggris jilid 5; Tarikh Thabari, jilid IX, ha1.196 (peristiwa tahun 11, versi bahasa Inggris); Tabaqat ibn Sa’d, jilid. VIII, ha1.29; Tarikh, Ya’qubi, jilid II, hal.117; Tanbih, Mas’udi, hal. 250 (kalimat ketiga terakhir disebutkan di catatan kaki kitab Thabari); Baihaqi, jilid 4, hal. 29; Musnad, Ibnu Hanbal, jilid 1, hal. 9; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 5, hal. 285-86; Syarh ibn al-Hadid, jilid 6, hal. 46. 546, hal. 381-383 juga pada jilid 4, hadis 325.

16. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, Arab-Inggris, jilid 5, hadis 61 dan 111; Shahih Muslim, bab Keutamaan Fathimah, jilid 4, ha1.1904-5.

17. Shahih Bukhari, hadis 4.819.

18. Referensi hadis Sunni: Ibnu Asakir, sebagaimana yang dikutip dalam a1-Durr al-Mantsur.

19. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab ¬Inggris, jilid 5, hadis #5.46, hal. 381-383, juga pada jilid 4, hadis 3.25 (lihat lampiran untuk mengetahui keseluruhan hadis).

20. Lihat Shahih Muslim, edisi 1980, Arab, jilid 4, hal. 1883, hadis 61.

21. Al-Bihar, jilid 48, hal. 144, hadis 20.

22. Shahih Bukhari, hadis 4.327, hal. 213.

23. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad, jilid 5, ha1.45; Musnad Ahmad, jilid 6, ha1.155; Kanz al-Ummal, jilid 6, ha1.153,155, 404.

24. Kanz al-Ummal, jilid 6, ha1.401.

25. Musnad Ahmad, jilid 4, ha1.174.

26. Kanz al-Ummal, jilid 4, hal. 60.

27. Shahih Bukhari, hadis 4.325 (hal. 208).

28. Referensi hadis Sunni: Thabari, jilid IX, hal. 196 (peristiwa tahun 11, versi bahasa. Inggris); Tabaqaf ibn Sa’d, jilid VIII, hal. 29; Tarikh Ya’qubi, jilid II, ha1.117; Tanbih Mas’udi, hal. 250 (kalimat ketiga terakhir disebutkan di catatan kaki kitab T’habari); Baihaqi, jilid 4, hal. 29; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 9; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 5, hal. 285-86; Syarah, Ibnu Hadid, jilid 6, hal. 46.

29. Referensi hadis Sunni: Hilyat al-Awliya, jilid 2, ha1.43; as-Sunan al-¬Kurba, jilid 3, ha1.396; Ansab al-Asyraf, jilid 1, ha1.405; al-Isti’ab, jilid 4, ha1.1897-98; Usd al-Ghabah, jilid 5, ha1.524; al-Ishabah, jilid 4, ha1. 378-¬89.

30. Referensi hadis Sunni: Mustadrak al-Hakim, jilid 3, ha1.162-163; Ansab al-Asyraf jilid 1, hal. 402, 405; al-Isti’ab, jilid 4, ha1.1898; Usd al-Ghabah, jilid 5, hal. 524-25; al-Ishabah, jilid 4, hal. 379-80; Tabaqat ibn Sa’d, jilid 8, ha1.19-20; Syarh ibn al-Hadid, jilid 16, ha1.179-81.

31. Referensi hadis Sunni: Tarikh Khulafa oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, ha1.120.

32. Referensi hadis Sunni: Thabari, jilid IX, ha1.196 (tahun-tahun terakhir Nabi Muhammad, versi bahasa Inggris); Futuh al-Buldan, hal. 42;Tarekh-e Khamis, jilid 2, hal. 64; Tarikh-e Kamil (Ibnu Atsir), jilid 2, hal. 5; Sirah ibn Hisyam, jilid 3, hal. 48; Tarikh ibn Khaldun, jilid 2, bagian 2.

33. Futuh al-Baldan, jilid l, hal. 33

34. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, jilid 4, hal. 46, jilid 7, hal. 82, jilid 9, ha1.121-22; Shahih Muslim, jilid 5, ha1.151; Sunan Abu Daud, jilid 3, ha1.139-41; Musnad Ahmad ibn Hanbal, hal. 25, 48, 60, 208; Sunan al-Kubra, Baihaqi, jilid 6, hal. 296-99.

35. Tafsir mengenai ayat di atas ini diriwayatkan melalui Bazzar, Abu Yala, Ibnu Hatim, Ibnu Marduwaih, dan lainnya dari Abu Said Khudri dan melalui Ibnu Marduwaih dari Ibnu Abbas. Referensi hadis Sunni: Tafsir Durr al-Mantsur, jilid 4, hal.l77; Kanz al-Ummal, jilid 2, hal. 158; Sawaiq al-Muhriqah, bab 15, hal. 21-22; Razat ash-Shafa, jilid 2, ha1.135; Syarah-e Muwaqif, hal. 735; Tarikh Ahmadi, hal. 45; Ruh al-Ma’ani, jilid 15, hal. 62.

36. Referensi hadis Sunni: Syarah, jilid 16, hal. 219; Wafa al-Wafa, Samshudi, jilid 3, ha1.1000; Sawaiq al-Muhriqah, hal. 32.

37. Tafsir Quran oleh Fakhruddin Razi, jilid 8, ha-1.125 (tafsir Surah Hasyr); Sawaiq al-Muhriqah oleh Ibnu Fajar Haitsami, hal. 21.

38. Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak, jilid 4, ha1.63; Tarikh ath-Thabari, jilid 3, hal. 3460; al-Isti’ab, jilid 4 ha1.1793; Usd al-Ghabah, jilid 5, hal. 567; Tabaqat, jilid 8, ha1.192; al-Ishabah, jilid 4, hal. 432.

39. Referensi hadis Sunni: Futuh al-Buldan, jilid l, hal. 3; al-Tarikh Ya’qubi, jilid 3, ha1.195; Muruj adh-Dhahab, Mas’udi, jilid 3, hal. 273; al-Awail, Abu Hilal Askari, hal. 209; Wafa al-Wafa, jilid 3, hal. 99-1001; Mujam al-Buldan, Yaqut Hamawai, jilid 4, hal. 239; Syarh ibn al-Hadid, jilid 16, hal. 216, 219-220, 274; a1-Muhalla, Ibnu Hazm, jilid 6, hal. 507; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 3, hal. 261; at-Tafsir, Fakhruddin Razi, jilid 29, hal. 284. -

40. Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 3, bab 719, hal. 956, hadis # 4.350

41. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa’d, bagian 1, hal. 39; Sirat an-Nabi oleh Maulana Syilbi Mouman, jilid 1, hal. 122; Fath al-Bari, jilid 3, hal. 360-361 (menyebutkan, sebuah rumah dari Bani Hasyim, sebilah pedang, beberapa kambing dan lima ekor unta); Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hal. 56; Ansab al-Asyraf, jilid 1, hal. 96.

42. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa’d, jilid 4, hal.l21-122.

43. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, jilid 7, hal. 75-76; Shahih at¬-Turmudzi, jilid 5, hal. 129; Musnad, Ahmad bin Hanbal, jilid 3, hal. 307-308; Tahnqat ibn Sa’d, jilid 2, bagian 2, hal. 88-89.

44. Referensi hadis Sunni: Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 5, hal. 380; Umdat al-Qari, jilid 12, ha1.121 (Hanafi).

45. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, jilid 4, hal. 24, jilid 6,, ha1.146; Sunan Abu Daud, jilid 3, hal. 308; Sunan an-Nasa’i, jilid 7, hal. 302; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 5, ha1.188-89, 216, jilid 2, hal. 448; Usd al-Ghabah, jilid 2, hal. 44; al-Ishabah, jilid 2, hal. 425-26.

46. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim jilid 5, ha1.128; Sunan, Abu Daud, jilid 3, hal. 308-309; Shahih at-Turmudzi, jilid 3, hal. 627-29; Sunan ibn Majah, jilid 2, hal. 793; Musnad, Ahmad Hanbal, jilid 1, hal. 248, 315, 323, jilid 3, hal. 305; al-Muwatha, Malik bin Anas, jilid 2, hal. 721-25; Sunan, Baihaqi, jilid 10, ha1.167-176; Sunan, Daruquthni, jilid 4, hal. 212-215; Majma az-Zawaid, jilid 4, hal. 202; Kanz al-Ummal, jilid 7, ha1.13.

47. Referensi hadis Sunni: Tahdzib at-Tahdzib, jilid 10, ha1.151.

48. Referensi hadis Sunni: Sirah an-Nabi oleh Syibli Numani, edisi bahasa Inggris, hal. 55.

49. Catatan kaki Shahih Muslim, jilid 3, hal. 958, (B. Inggris), catatan kaki no 2235.

50. Referensi- hadis Sunni: Sirah al-Halabiyah, jilid 3, ha1. 391-400; Sejarah Tanah Fadak, Murtadha Muthahhari, hal. 85; Fathimah, Perempuan Paling Mulia, Abu Muhammad Ordoni, hal. 217-240.

51. Referensi hadis Sunni: Majma az-Zawaid, jilid 9, hal. 39-40.

52. Referensi hadis Sunni: Mujam al-Buldan, jilid 4, ha1.238-9; Wafa al-¬Wafa, jilid 3, ha1.999; Tahdzib at-Tadzib, jilid 10, ha1.124; Lisan al-Arab, jilid 10, hal. 437; Taj al Arus, jilid 7, hal. 166.

53. Referensi hadis Sunni: Sunan Kurba, jilid 6, hal. 301; Wafa al-Wafa, jilid 3, hal. 1000; Syarh ibn al-Hadid, jilid 1, ha1.198; al-Ma’arif, Qutaibah, ha1.195; al-Iqd al-Farid, jilid 4, hal. 283, 455; at-Tarikh, Abul Fida, jilid l, ha1.168; Ibnu Wardi, jilid 1, ha1.204.

54. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa’d, jilid 5, hal. 286-7; Subh al-¬Ashah, jilid 4, ha1.291.

55. Referensi hadis Sunni: at-Tarikh, Ya’qubi, jilid 2, ha1.199.

56. Referensi hadis Sunni: al-Awail, Abu Hilal Askari, hal. 209.

57. Referensi hadis Sunni: al-Awail, hal. 209.

58. Referensi hadis Sunni; at-Tarikh, Yaqubi, jilid 3, hal. 195-96

59. Referensi hadis Syi’ah: Kasyf a1-Ghummah, jilid 2, ha1.121-2; al-Bihar, jilid 8, ha1.108; Safinah al-Bihar, jilid 2, hal. 351.

60. Referertsi hadis Sunni: Futult al-Buldarz, jilid 1, ha1.33-8; Mu’janz al¬Buldan, jilid 4, ha1.238-40; at-Tarikh, Ya’qubi, jilid 2, ha1.199, jilid 3, ha1.48, 195-96; al-Kamil, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 224-225, jilid 3, ha1.457 497, jilid 5, ha1.63, jilid 7, ha1.116; al-Iqd al-Farid, jilid 4, ha1.216, 283, 435; Wafa al-Wafa, jilid 3, ha1.999-1000; Tarikh al-Khutafa, ha1.231-32, 356; Muruj adz-Dzahab, jilid 4, ha1.82; Sirah Umar ibn Abdul Aziz, Ibnu Zawzi, ha1.110; Syarah, Ibnu Hadid, jilid 16, hal. 277-78.

61. Referensi hadis Syi’ah: Kasy al-Ghummah, jilid 2, hal. 122; al-Bihar, jilid 8, hal. 108.

Sumber hadits shahih sunni dan syi'i mengenai tanah fadak

1. Lihat Shahih Bukhari, versi Arab-Inggris, jilid 8, hadis 8.17

2. Referensi hadis Sunni: Bukhari, Arab-Inggris, vol. 8, hadis 8.17.

3. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 55; Sirah aai-Nabawiyyah oleh Ibnu Hisyam, jilid 4, ha1.309; Tarikh ath-Thabari, jilid 1, hal. 1822; Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 192.
4. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.188-189.

5. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari (bahasa Arab), jilid 1, hal. 1118-1120; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 325; al-Isti’ab oleh Ibnu Abdil Barr, jilid 3, hal. 975; Tarikh al-Khulafa oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 20; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Qutaibah, jilid 1, ha1.19-20.

6. Referensi hadis: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.186¬187. Pada catatan kaki di halaman yang sama (ha1.187) penerjemahnya memberi komentar, “Meskipun waktunya tidak jelas, nampaknya Ali dan kelompoknya mengetahui tentang peristiwa di Saqifah setelah apa yang terjadi di sana. Para pendukungnya berkumpul di rumah Fathimah. Abu Bakar dan Umar sangat menyadari tuntutan Ali. Karena takut ancaman serius dari pendukung Ali, Umar mengajaknya ke masjid untuk memberi sumpah setia. Ali menolak, sehingga rumah tersebut dikelilingi oleh pasukan pimpinan Abu Bakar-Umar, yang mengancam akan membakar rumah sekiranya Ali dan pengikutnya tidak keluar dan memberi sumpah setia kepaLta Abu Bakar. Keadaan bertambah panas dan Fathimah marah. Lihat Ansab Asyraf oleh Baladzuri dalam kitabnya jilid 1, ha1.582-586; Tarikh Ya’qubi, jilid 1, ha1.116, al-Imamah wn as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 19-20.

7. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, pada peristiwa tahun 11 H; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, pengantar isi, dan ha1.19-20; Izalat al-Khalifah oleh Syah Wahuilah Muhaddis Dehlavi, jilid 2, hal. 362; Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah Malik, jilid 2, bab Saqifah.

8. Referensi hadis Sunni: Kanz al-Ummal, jilid 3, hal. 140.

9. Referensi hadis Sunni: al-Faruq oleh Syibli Numani, hal. 44.

10. Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Ya’qubi, jilid 2, ha1.115-116; Asab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, hal. 582, 586.

11. Referensi hadis Sunni: al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 3, 19-20.

12. Referensi hadis Sunni: al-Ansab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, ha1.582, 586.

13. Referensi hadis Sunni: Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah, bagian 3, ha1.63; al-Ghurar oleh Ibnu Khazaben, bersumber dari Zaid Ibnu Aslam.

14. Al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal.4.

15. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab ¬Inggris jilid 5; Tarikh Thabari, jilid IX, ha1.196 (peristiwa tahun 11, versi bahasa Inggris); Tabaqat ibn Sa’d, jilid. VIII, ha1.29; Tarikh, Ya’qubi, jilid II, hal.117; Tanbih, Mas’udi, hal. 250 (kalimat ketiga terakhir disebutkan di catatan kaki kitab Thabari); Baihaqi, jilid 4, hal. 29; Musnad, Ibnu Hanbal, jilid 1, hal. 9; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 5, hal. 285-86; Syarh ibn al-Hadid, jilid 6, hal. 46. 546, hal. 381-383 juga pada jilid 4, hadis 325.

16. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, Arab-Inggris, jilid 5, hadis 61 dan 111; Shahih Muslim, bab Keutamaan Fathimah, jilid 4, ha1.1904-5.

17. Shahih Bukhari, hadis 4.819.

18. Referensi hadis Sunni: Ibnu Asakir, sebagaimana yang dikutip dalam a1-Durr al-Mantsur.

19. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab ¬Inggris, jilid 5, hadis #5.46, hal. 381-383, juga pada jilid 4, hadis 3.25 (lihat lampiran untuk mengetahui keseluruhan hadis).

20. Lihat Shahih Muslim, edisi 1980, Arab, jilid 4, hal. 1883, hadis 61.

21. Al-Bihar, jilid 48, hal. 144, hadis 20.

22. Shahih Bukhari, hadis 4.327, hal. 213.

23. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad, jilid 5, ha1.45; Musnad Ahmad, jilid 6, ha1.155; Kanz al-Ummal, jilid 6, ha1.153,155, 404.

24. Kanz al-Ummal, jilid 6, ha1.401.

25. Musnad Ahmad, jilid 4, ha1.174.

0 komentar to “Tanah Fadak”

Posting Komentar

Five-Star Ratings Control

 

Levi Yamani Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger