Senin, 10 Januari 2011

Pendekatan Atntropologi dan sosiologi agama dalam Sekularisasi


PENDAHULUAN

Berbagai macam-macam dan berbagai teori mengenai pendekatan agama untuk mengkaji suatu agama. Kita akan mengkaji melalui pendekatan antropologi agama dan pendekatan sosiologi agama dalam penerapannya untuk mengkaji mengenai sekularisasi. Dan bagaimana sekularisasi dapat terjadi mengikuti perkembangan zaman. Apa sajakah yang menjadi fokus kajian pendekatan antropologi dan pendekatan sosiologi agama ? dan apa perbedaan dari kedua pendekatan tersebut ?

Apa yang membedakan antara pendekatan secara antropologi agama atau dengan pendekatan sosiologi agama dan manakah diantara kedua pendekatan itu yang lebih efektif untuk mengkaji tentang sekularisasi ? dan apakah yang dapat kita ketahui dari segala pendekatan tersebut ? maka dari itu disini kita melakukan kajian tentang bagaimana pendekatan agama secara antopologi dan sosiologi diterapkan dalam meneliti mengenai sekularisasi

ISI

1. PENDEKATAN ANTROPOLOGI AGAMA

Antropologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang manusia. Pada masa yang lalu antropologi hanya mempelajari tentang manusia saja, tetapi sekarang antrologi juga mempelajari tentang agama yang manusia anut, karena agama juga mempunyai hubungan yang penting dengan manusia itu sendiri maka dari itu disini antropologi tertarik untuk mempelajari agama. Kajian tentang agama di antropologi mempelajari tentang agama apakah yang dianut manusia zaman dahulu? Apakah itu sebuah sihir? Apakah sama agama yang zaman dahulu dengan yang zaman sekarang? Ini semua dikaji didalam antropologi mempelajari agama. Antropologi juga mempelajari kebudayaan karena tidak ada kebudayaan tanpa manusia, maka disini ada keterkaitan antara agama dan budaya. Apakah agama itu timbul dari adanya budaya suatu masyarakat atau agam yang menimbulkan suatu kebudayaan yang baru bagi manusia, karena setiap manusia pasti berbudaya.

Antropologi tidak membahas benarnya suatu agama, tetapi membahas efek dari agama itu untuk manusia dan juga efek dari kebudayaan itu terhadap manusia dan saling keterkaitan diantara dua unsur itu yaitu agama dan kebudayaan. “pada dasarnya....tidak ada agama yang salah. Semua agama adala benar menurut metode masing-masing. Semua memenuhi kondisi-kondisi tertentu dari eksistensi manusia, meskipun dengan cara yang berbeda-beda” (Emil, Durkheim. 1995/1912. The Elementary Forms of Religious Life,tr.Karen E. Field, New York, The Free Press. Hal 2) jadi menurut Durkheim semua agama yang ada adalah benar karena semua agama memenuhi kondisi-kondisi tertentu daari eksistensi manusia, meskipun dengan cara yang berbeda-beda. Penjelasan Durkheim tadi telah menyatakan bahwa dengan fungsi agama yang seperti itu maka semua agama tidak ada yang salah dan semua agama adalah benar. Durkheim selalu meneliti asal-usul agama karena dengan meneliti asal-usul agama maka kita dapat mengerti cara berpikir manusia yang menganut agama itu pada zamannya, sehingga dengan melakukan kajian lewat agama kita dapat mengetahui pola berpikir manusia pada zaman dahulu, maka dari itulah antropologi tertarik untuk mengkaji agama karena pasti ada keterkaitaan antara agama dengan manusia.

Durkheim juga berpendapat “ Apakah perbedaan mendasar antara umat kristen yang merayakan saat-saat penting dari kehidupan yesus kristus, yahudi yang merayakan eksodus dari mesir atau penyebaran sepuluh perintah tuhan, dan suatu pertemuan masyarakat umum yang memperingati kedatangan piagam moral dan peristiwa-peristiwa besar lain dalam kehidupan nasional? (Emil, Durkheim. 1995/1912. The Elementary Forms of Religious Life,tr.Karen E. Field, New York, The Free Press. Hal 429). Disini Durkheim menyamakan antara ritual yang dilakukan oleh agama nasrani yang mrayakan saat-saat dari ke hidupan yesus kristus dan orang yahudi yang merayakan eksodus dari mesir atau penyebaran sepuluh perintah tuhan sama dengan pertemuan masyarakat umum yang memperingati kedatangan piagam moral dan peristiwa-peristiwa besar lain dalam kehidupan nasional. Menurut saya disini Durkheim menyamaratakan kejadian tersebut mempunya hakikat yang sama,tetapi menurut saya berbeda tidak bisa kita samakan ritus/ritual di dalam suatu agama dengan kegiatan manusia yang seperti itu, karena di dalam agama adalah suatu umat yang mempunyai keimanan dan motivasi yang sama dan agama itulah yang mengikat mereka dengan wahyu dan dengan kitab sehingga mempunyai tujuan yang sama pula, sedangkan di kegiatan manusia tidak ada dasar keimanan yang sama dan tidak ada tujuan dan motivasi yang sama yang ada hanya persamaan sebagai warga negara sehingga mempunyai semangat nasional yang sama tetapi di balik itu semua terdapat perbedaan tujuan itulah perbedaan dengan agama. Agama mengikat fisik dan batin nya walaupun secara fisik dia berbeda kebangsaan,warna kulit,ras tetapi mereka tetep satu tujuan dan satu keimanan sehingga agama yang mengikat mereka semua.

Jadi pendekatan terhadap agama melalui antropologi lebih terfokus pada simbol-simbol dan unsur-unsur di dalam agama tersebut, seperti kitab,haji,puasa,golongan agama,pemuka agama karena itu semua mempengaruhi manusia, maka dari itu antropologi mengkaji nya.

2. PENDEKATAN SOSIOLOGI AGAMA

Sosiologi sangat cocok untuk menjadi kajian agama/pendekatan terhadap agama, karena sosiologi fokus pada hubungan antara agama dan masyarakat dan keterkaitan diantara keduanya, karena pasti agama itu membawa pengaruh terhadap masyarakat itu sendiri atau masyarakat itu sendiri yang mempengaruhi suatu agama ini merupakan kajian yang menarik untuk kita pelajari.

Kategori-kategori sosiologis, meliputi :

1. Stratifikasi sosial, seperti kelas dan etnisitas

2. Kategori biososial, seperti seks,gender,perkawinan,keluarga,masa kanak-kanak, dan usia

3. Pola organisasi sosial meliputi politik,produksi ekonomis,sistem-sistem pertukaran, dan birokrasi

4. Proses sosial, seperti formasi batas, relasi intergroup, interaksi personal, penyimpangan, dan globalisasi (Giddens,Anthony, sociology, cambridge : polity press,1989)

Jadi kita dapat mengetahui dari kategori-kategori diatas lah fokus dari sosiologi terhadap pendekatan agama, karena agama juga mempengaruhi dari kategori-kategori di atas ataukah kategori-kategori di atas yang justru mempengaruhi suatu agama.

Contoh penelitian melalui pendekatan sosiologi perang antara orang islam dan nasrani di ambon terkadang terjadi konflik padahal mereka adalah satu masyarakat yang nasib dan hidup bersama dengan damai dahulu lalu timbul konflik diantara mereka karena dipicu perbedaan agama. jadi yang dahulu nya damai dan dapat hidup harmonis walaupun berbeda agama sekarang sering kali timbul konflik di ambon walaupun akhir-akhir ini sudah jarang kita denger terjadi lagi konflik lagi seperti dulu.

Kelemahan dari pendekatan sosiologi terhadap agama menurut saya adalah suatu masyarakat mempunyai kebiasaan dan kebudayaan tertentu sehingga kehidupan di dalam masyarakat itu dalam beragama berbeda, dan interaksi antara masyarakat pun berbeda-beda terhadap agama itu sendiri. Sosiologi hanya terfokus terhadap efek dari interaksi antara agama dan masyarakat sedangkan agama tidak hanya dapat kita kaji seperti itu kita juga harus mengkaji unsur-unsur di dalam agama tersebut yang dapat membuat keterkaitan antara masyarakat dengan agama dan itu juga berarti agama dan kehidupan dalam bermasyarakat adalah satu-kesatuan bukan sesuatu yang terpisah atau yang sering disebut sekularisasi.

3. PENGERTIAN SEKULARISASI

“Sekularisasi berasal dari bahasa Latin: saeculum = waktu, abad. Istilah yang dipakai suatu proses, yang beralur, sehingga masyarakat golongan negara menjadi makin duniawi, semakin jauh dari ajaran agama. Di Eropa hal ini terlihat di masa apa yang disebut aufklarung. Di negeri Islam terlihat contoh yang kongkrit di Turki, dimana Kemal Attaturk setelah dia berkuasa dia melakukan sekularisasi, yaitu melepaskan ajaran atau kebiasaan agama Islam di dalam semua kegiatan pemerintah” (Dr. Mochtar Effendy, S.E., Ensiklopedi Agama dan Filsafat,) (Diterbitkan oleh Penerbit Universitas Sriwijaya dan diedarkan khusus oleh PT. Widyadara, cet. I, 2001), 5: 264.)

Sekularisasi ialah terpisahkan nya antara agama dan kehidupan duniawi karena agama hanya berhak mengatur hubungan kita dengan tuhan sedangkan tidak pantas jika kita mencampuradukan agama dengan kehidupan kita dan pemerintahan suatu negara atau politik. Agama disini hanyalah sebagai pedoman di luar itu semua maka dari itu harus dipisahkan, sehingga di dalam badan pemerintahan tidak ada lagi ajaran atau kebiasaan agama di dalam badan pemerintah.

“Pada awal abad kesembilan belas, ateisme benar-benar telah menjadi agenda. Kemajuan sains dan teknologi melahirkan semangat autonomi dan independensi baru yang mendorong sebagian orang untuk mendeklarasikan kebebasan dari Tuhan. Inilah abad ketika Ludwig Feurbach, Karl Marx, Charles Darwin, Friedrich Nietsche, dan Sigmund Frued menyusun tafsiran filosofis dan ilmiah tentang realitas tanpa menyisakan tempat buat Tuhan. Bahkan pada akhir abad itu, sejumlah besar orang mulai merasakan bahwa sekiranya Tuhan belum mati, maka adalah tugas manusia yang rasional dan teremansipasi untuk membunuhnya. Gagasan tentang Tuhan yang telah ditempa selama berabad-abad di kalangan Kristen Barat kini terasa tidak lagi memadai, dan Zaman Akal tampaknya telah menang atas abad-abad penuh takhyul dan fanatisme.” (Karen Amsrong, Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh Orang-orang Yahudi, Kristen, dan Islam Selama 4.000 Tahun, (Bandung: Mizan, [terj.] Zaimul Am, cet.VII, 2004), hlm. 446)

Menurutnya kemajuan sains dan teknologi lama-kelamaan akan membuat tuhan mati dalam masyarakat dan masyarakat tidak dapat lagi merasakan peranan dari tuhan, karena sudah terisi oleh sains dan teknologi yang maju tadi. Nasrani memang menceritakan bahwa nabi Isa as adalah seorang pemimpin spiritual bukan sebagai pemimpin negara karena pada zaman nya tingkat keimanan/spiritual bani israil rendah maka turun lah nabi Isa as untuk membimbing nya, tetapi di dalam agama Islam nabi Muhammad saw bukan hanya sebagai pemimpin spiritual umat islam saja, tetapi juga sebagai pemimpin pemerintahan, sehingga itulah yang membuat arab menjadi maju dan disegani oleh negara lain nya. Nabi muhammad saw pun sukses dengan menyatukan tanpa membuat terpisah kedua unsur ini yaitu agama dan pemerintahan, karena nabi Muhammad saw menyatukan keduanya secara bersamaan sehingga tidak ada sesuatu yang terpisah diantara kedua nya.

Pemerintahan yang tidak terpisah dari ritual dan kebiasaan-kebiasaan dalam agama adalah sangat mungkin dijalankan karena nabi Muhammad saw pun membuktikan nya dengan keberhasilan yang besar dengan membuat kedua hal tersebut menjadi satu kesatuan tanpa membuat agama dan pemerintahan terpisah.

4. PENDEKATAN ANTROPOLOGI DAN SOSIOLOGI DENGAN SEKULARISASI

Penjelasan tentang pendekatan antropologi tadi telah jelas antropologi hanya memfokuskan pada unsur-unsur pembentuk di dalam suatu agama seperti kitab,haji,sholat,pemuka agama,masjid dan golongan suatu agama yang terpengaruh kebudayaan, sedangkan pendekatan sosiologi adalah lebih memfokuskan pada fungsi agama bagi masyarakat/manusia jadi berbeda dengan antropologi yang mempelajari unsur agama itu langsung.

Tadi sudah dijelaskan tentang pendekatan antropologi dan pendekatan sosiologi agama dan menurut saya pendekatan sosiologi agama lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan antropologi, karena pendekatan antropologi hanya mempelajari unsur-unsur pembentuk agama dan pengaruh kebudayaan terhadap agama,sedangkan sosiologi mempelajari fungsi dari agama itu terhadap manusia/ masyarakat sehinnga kita semua dapat mengetahui apa saja fungsi agama bagi diri kita sendiri. Pendekatan sosiologi jelas lebih luas dan lebih tepat dibandingkan antropologi, karena jika kita membahas agama secara sosial atau masyarakat maka kita akan mengetahui fungsi-fungsi hakikat dari agama itu apa. Agama tidak hanya membentuk satu tipe bagian atau tidak hanya membentuk spiritualitas manusia tapi agama juga satu kesatuan dengan kehidupan bermasyarakat sehingga tidak ada jarak pemisahan antara agama dengan sesuatu yang bersifat duniawi seperti pemerintahan, maka menurut saya pendekatana agama secara sosiologi dapat mengetahui lebih jelas terjadinya sekularisasi, karena sekularisasi adalah memisahkan antara agama dan pemerintahan sedangkan pendekatan agama dengan sosiologi adalah mengkaji fungsi agama dengan interaksi nya dengan masyarakat.

Jika kita melakukan pendekatan antropologi kita sulit mengamati terjadinya sekularisasi dibandingkan dengan pendekatan sosiologi karena antropologi tidak membahas fungsi dari agama itu sendiri, tetapi dia membahas tentang isi dan unsur-unsur pembentuk dalam agama itu yang berkaitan dengan kebudayaan dan manusia dan kajian kita terfokus hanya pada agama itu sendiri tanpa fungsi dari adanya agama itu sendiri bagi masyarakat, sehingga ini akan menimbulkan sebuah pemisahan tersendiri antara agama dan kehidupan masyarakat yaitu badan pemerintahan, sehingga tidak ada kebiasaan-kebiasaan agama dan ritual agama di dalam pemerintahan karena kedua nya sesuatu yang terpisah.

Masyarakat merupakan hal yang penting yang berhubungan dengan agama, karena fungsi dari agama itu sendiri akan mempengaruhi ke masyarakat sehingga kita dapat mengethui dampak sosial dan pola pemikiran masyarakat itu sendiri dari pendekatan sosiologi agama. Pendekatan sosiologi agama menurut saya jauh lebih tepat dibandingkan antropologi agama karena hal yang telah saya jelaskan diatas, fungsi terhadap masyarakat lebih nyata dibandingkan dengan penelitian/kajian lewat pendekatan antropologi.

Pendekatan sosiologi terhadap agama kita juga menemukan bahwa peranan agama terhadap kehidupan sosial juga mengalami penurunan, sehingga semakin berkurang nya seseorang untuk mengikuti acara-acara keagamaan dan mendatangi tempat-tempat peribadatan dibandingkan tempat-tempat yang ramai yang sering dikunjungi seperti mall dan bar, sehingga kita dapat mengetahui bagaimana perkembangan agama pada zaman sekarang apakah masih sama seperti agama yang dahulu? Ataukah agama yang sekarang sudah tidak lagi menyatu dengan kehidupan kita di dalam masyarakat dan memisahkan kedua nya menjadi hal yang berbeda dan harus dipisahkan.

“fenomena-fenomena itu dapat diamati di kebanyakan negara eropa. Di inggris, tingkat kehadiran di gereja secara reguler, mengalami penurunan dari 50% pada tahun 1815, menjadi 9% pada tahun 1997. Pada tahun 1997, kira-kira hanya seperempat anak yang diajukan dalam baptisme anak di gereja inggris , dibandingkan dengan sebelum perang dunia II sebanyak 70%” (Bierley,Peter, Christian England : What the English Chrurch Census Reveals. London : MARC Europe, 1991)

Ini adalah data yang membuktikan bahwa agama sudah benar-benar terpisah oleh kehidupan masyarakat sehingga orang-orang sudah tidak lagi melakukan ritual-ritual agama lagi seperti diatas. Semua ritual-ritual agama dan rumah peribadatan mengalami penurunan yang drastis karena hilang nya peranan agama di dalam kehidupan masyarakat yang sosial. Agama yang dahulu menyatu dengan kehidupan masyarakat sekarang telah terpisah dan tidak menyatu lagi disebabkan hilang nya peranan agama dalam kehidupan.

Di dalam antropologi kita dapat melihat hilang nya unsur-unsur pembentuk agama dengan manusia. karena manusia telah meniggalkan kitab-kitab agama nya dan meninggalkan ritual-ritual agama, sehingga pembelajaran terhadap kitab-kitab agama semakin sedikit dan semakin lama semakin mengalami penurunan dan ini akan menyebabkan lama kelamaan agama akan hilang dari kehidupan manusia sehingga membentuk sekularisasi yang memisahkan agama dengan kehidupan. Unsur-unsur agama pun telah terlupakan dan semakin lama semakin hilang dari kehidupan manusia.

“Teoritisi-teoritisi utama sekularisasi – Bryan Wilson, Peter Berger, David Martin, dan Steve Bruce – melihat semua ini sebagai konsekuensi modernisasi” (Bruce,Steve, Religion and Modernization : Sociologist and Historians Debate the Secularization Thesis. Oxford : Clarendon Press, 1992)

Memang modernisasi membuat agama menjadi tergantikan dengan sains dan teknologi karena selama ini manusia tidak dapat meneliti sebab-sebab suatu fenomena alam dan fenomena-fenomena kehidupan lainnya tetapi karena seemakin majunya teknologi dan sains manusia dapat meengetahui sebab-sebab dari itu semua dan karena manusia telah mengetahui sebab-sebab dari semua itu sehingga masyarakat berpikir bahwa tidak ada peran tuhan dari itu semua tetapi ini lah sebab sebenarnya dan fungsi ketuhanan dan agama dalam kehidupan mulai menghilang dan semakin lama semakin mengalami penurunan yang drastis karena modernisasi tersebut dan kemajuan teknologi dan sains yang telah menghilangkan ketuhanan dan agama dalam kehidupan masyarakat, jadi masyarakat menganggap bahwa agama hanyalah sebagai ritual saja sebagai hanya sekedar penenangan jiwa terpisah dengan kehidupan bermasyarakat.

“Beberapa sosiolog menyatakan bahwa tesis sekularisasi disandarkan pada asumsi tentang era keemasan aktivitas keagamaan di masa lampau yang merupakan suatu ilusi historis. Di era sebelumnya, konformitas religious dikuatkan oleh norma-norma sosial dan bahkan kekuatan hukum, sementara ateisme dan penyimpangan keagamaan tumbuh subur dalam garis tepi kehidupan sosial atau dalam kehidupan pinggiran di luar orang-orang konformis. Mereka juga menyatakan, meskipun jumlah orang yang pergi ke gereja secara teratur mengalami penurunan di eropa modern , namun mereka yang tetap pergi ke gereja lebih commited, seperti dibuktikan dengan dukungan keuangan dan munculnya kekhasan keyakinan dan nilai diantara orang-orang yang pergi ke gereja dan yang tidak pergi ke gereja.” (Lyon,David, The Steeple’s Shadow : Myths and Realities of Secularization. London : SPCK, 1987)

Jadi argumennya adalah kehadiran dan minat besar pada masyarakat dahulu terhadap agama adalah hanya pada keemasan yang merupakan suatu ilusi historis, karena konformitas religious dikuatkan oleh norma-norma sosial bahkan kekuatan hukum. Ateisme semakin tumbuh subur di zaman modernisasi ini, karena orang tidak lagi percaya dengan tuhan dan selalu berpandangan materialisme yang memandang sesuatu berdasarkan materi yang dapat di indera maka akan mengingkari ketuhanan dan agama dan yang akan timbul adalah ateisme semakin subur karena berawal dari sekularisasi maka dari itu sekularisasi adalah cikal bakal dari ateisme.

Di dalam masyarakat modern susah untuk kita mempertahankan agama yang dianggap sebagai takhayul karena jika kita memahami agama secara hanya sekedar mengimani agama tanpa mengetahui alasan rasional yang menyebabkan nya maka yang akan timbul sifat takhayul tetapi jika kita mengetahui sebab segala sesuatu tanpa mengimani bahwa unsur-unsur dari sesuatu itu berasal dari tuhan yang menciptakan maka akan timbul ketidakpercayaan terhadap keberadaan tuhan karena kita telah mengetahui segala sebab terjadinya fenomena-fenomena alam dan kehidupan kita. Maka kita akan mengira selama ini orang yang beragama hanya percaya dan mengimani sesuatu yang sekedar takhayul padahal sebab nya adalah bukan dari tuhan tetapi karena sebab-sebab tertentu, maka dari itu lebih baik jika kita mempelajari dan memahami apa sebab dari semua fenomena-fenomena itu dan beriman bahwa yang menciptakan unsur-unsur dari segala sebab itu adalah tuhan.

Awal dari ateisme adalah pemisahan antara agama dan kehidupan bermasyarakat dan pemerintahan. Sehingga lama kelamaan agama akan hilang perannya di dalam kehidupan manusia, dan manusia hanya menjadikan agama sebagai pencucian batin saja terpisah dari kehidupan sosial dan sudah tentu tidak bisa diterapkan di dalam badan pemerintahan hal seperti ini lah yang disebut sekularisasi yang merupakan cikal bakal dari timbulnya paham ateisme dan materialisme

Jika itu terus terjadi mengikuti perkembangan zaman maka yang akan terjadi adalah penghapusan agama dalam kehidupan manusia dan tidak ada lagi manusia yang percaya dengan adanya tuhan dan secara otomatis tidak ada lagi manusia dan masyarakat yang beragam dan ini sudah di ramalkan oleh penganut paham ateis bahwa perkembangan sain dan teknologi yang semakin maju dan masa modernisasi akan menggantikan fungsi agama bahkan menghilangkan fungsi agama dalam kehidupan bermasyarakat.

Pendekatan antropologi lebih memfokuskan pada unsur-unsur pembentuk suatu agama sehingga kita dapat mengetahu terjadinya sekularisasi pada agama dengan sikap manusia terhadap unsur-unsur tersebut dan menurut saya pendekatan melalui antropologi kurang tepat karena hanya mengkaji dari unsur – unsur pembentuk agama itu saja tanpa melihat akibat yang disebabkan lainnya. Maka penelitian dengan melakukan pendekatan antropologi tidak dapat akurat meneliti dan mengkaji.

Sedangkan pendekatan sosiologi agama memfokuskan penelitian atau kajian pada pengaruh agama terhadap interaksi terhadap manusia atau masyarakat. Maka dari itu pendekatan sosiologi lebih tepat untuk mengkaji terjadinya sekularisasi terhadap agama karena sosiologi mengkaji fungsi dari agama itu sendiri terhadap masyarakat. Dan akan jelas terlihat apakah agama dan kehidupan bermasyarakat terpisah ataukah merupakan satu kesatuan yang tidak ada pemisahan antara agama dan kehidupan masyarakat atau pemerintahan.

Jadi pendekatan antropologi agama dengan pendekatan sosiologi agama mempunyai perbedaan fungsi dan mempunyai kelebihan masing-masing, tetapi dalam membahas tentang terjadinya sekularisasi saya kira pendekatan sosiologi lebih tepat menjadi kajian yang utama karena membahas langsung hubungan antara agama dan masyarakat. Sehingga kita dapat mengkaji langsung dampak sosial agama terhadap masyarakat, sehingga kita dapat mengetahui apakah peranan-peranan agama dalam kehidupan kita masih berperan aktif ataukah fungsi-fungsi agama itu telah hilang lambat laun dalam kehidupan kita sehingga ini mebuat keterpisahan antara agama dan pemerintahan atau kehidupan duniawi kita. Bukan satu kesatuan dengan agama yang seharusnya diantara keduanya tidak ada keterpisahan dan merupakan satu kesatuan. Karena agama tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan duniai kita karena agama mempunyai fungsi-fungsi dan hakikat dari agama adalah diterapkannya ajaran-ajaran yang ada dalam agama untuk kita terapkan dalam kehidupan kita sehingga jika kita pisahkan diantara keduanya maka akan hilanglah fungsi agama terhadap kehidupan masyarakat dan akan hilang pula peranan agama untuk kehidupan masyarakat kita dan pemerintahan. Seperti nabi Muhammad saw menyebarkan agama islam sebagai pemimpin agama dan juga sebagai pemimpin dalam pemerintahan dan menyatukan agama dalam suatu pemerintahan tanpa memisahkan nya. Maka bukanlah hal yang mustahil untuk menjalankan keduanya dalam satu kesatuan karena nabi Muhammad saw telah membuktikan dengan keberhasilan dan kemenangan islam.

KESIMPULAN

Setelah kita melakukan kajian maka kita telah mengtahui bagaimana pendekatan antropologi agama yang memfokuskan kajiannya pada unsur-unsur pembentuk agama dengan pendekatan sosiologi agama yang memfokuskan kajiannya pada fungsi dari agama terhadap masyarakat dan peran-peran agama itu sendiri dengan masyarakat.

Dan kita juga mengetahui melalui kedua pendekatan itu untuk diterapkan dalam mengkaji tentang suatu masalah yaitu tentang sekularisasi dan menurut saya pendekatan yang paling tepat untuk mengkaji tentang sekularisasi adalah melalui pendekatan secara sosiologi dibandingkan dengan pendekatan antrpologi yang hanya terfokus pada unsur agama tersebut

REFERENSI

1. Connolly,Peter , Aneka Pendekatan Studi Agama , LKIS , 2002

2. Emil, Durkheim. 1995/1912. The Elementary Forms of Religious Life,tr.Karen E. Field, New York, The Free Press. Hal 2

3. Emil, Durkheim. 1995/1912. The Elementary Forms of Religious Life,tr.Karen E. Field, New York, The Free Press. Hal 429

4. Giddens,Anthony, sociology, cambridge : polity press,1989

5. Dr. Mochtar Effendy, S.E., Ensiklopedi Agama dan Filsafat,) (Diterbitkan oleh Penerbit Universitas Sriwijaya dan diedarkan khusus oleh PT. Widyadara, cet. I, 2001), 5: 264.

6. Karen Amsrong, Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh Orang-orang Yahudi, Kristen, dan Islam Selama 4.000 Tahun, (Bandung: Mizan, [terj.] Zaimul Am, cet.VII, 2004), hlm. 446

7. Bierley,Peter, Christian England : What the English Chrurch Census Reveals. London : MARC Europe, 1991

8. Bruce,Steve, Religion and Modernization : Sociologist and Historians Debate the Secularization Thesis. Oxford : Clarendon Press, 1992

9. Lyon,David, The Steeple’s Shadow : Myths and Realities of Secularization. London : SPCK, 1987

0 komentar to “Pendekatan Atntropologi dan sosiologi agama dalam Sekularisasi”

Posting Komentar

Five-Star Ratings Control

 

Levi Yamani Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger