Saya akan menjelaskan peristiwa-peristiwa dan kejadian yang penting mengenai hijrahnya Rasul saw ke Madinah al Munawarah
Hijrah ke Madinah tidaklah terwujud begitu saja (atau sekonyong-konyong). Ada beberapa pra-kondisi seperti Bai`at Aqabah (pertama dan kedua). Kedua Ba`iat ini merupakan batu-batu pertama bagi bangunan negara Islam. Kehadiran Rasulullah SAW melalui peristiwa hijrah ke dalam masyarakat Madinah yang majemuk amat menarik untuk dibahas. Peta demografis Madinah saat itu adalah sebaagai berikut:
1. Kaum Muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar
2. Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih berada pada tingkat nominal muslim, bahkan ada yang secara rahasia memusuhi Nabi saw.
3. Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih menganut paganisme
4. Orang-orang Yahudi yang terbagi dalam tiga suku utama: Bani Qainuqa, Bani Nadhir dan Bani Quraidloh.
Kemajemukan komunitas tersebut tentu saja melahirkan konflik dan tension. Pertentangan suku Aus dan Khazraj sudah terlalu terkenal dalam sejarah Islam. Bahkan diduga diterimanya Rasul di Madinah (Yatsrib) dengan baik di kedua Bani tersebut karena kedua Bani tersebut membutuhkan “orang ketiga” dalam konflik diantara mereka. Hal ini bisa dipahami dalam manajemen konflik politik. Adapun diterimanya Rasul oleh kaum Yahudi merupakan catatan tersendiri. Tentu saja Yahudi menerima Nabi dengan penuh kecurigaan tetapi pendekatan yang dilakukan Nabi mampu “menjinakkan” mereka, paling tidak, sampai Nabi eksis di Madinah.
Kemajemukan komunitas Madinah membuat Rasul melakukan negosiasi dan konsolidasi melalui perjanjian tertulis yang terkenal dengan “Piagam Madinah”.4 Piagam Madinah sesungguhnya merupakan rangkaian penting dari proses berdirinya negara Madinah, meskipun Nabi, selaku “mandataris” Piagam Madinah tidak pernah mengumumkan bahwa beliau mendirikan negara, dan tidak satupun ayat al-Qur'an yang memerintahkan beliau untuk membentuk suatu negara.
Dari sudut pandang ilmu politik, obyek yang dipimpin oleh Nabi saw.memenuhi syarat untuk disebut sebagai negara. Syarat berdirinya negara ialah ada wilayah, penduduk dan pemerintahan yang berdaulat. Kenyataan sejarah menunjukkan adanya elemen negara tersebut. Walhasil, setelah melalui proses Ba`iat dan Piagam Madinah Nabi dipandang bukan saja sebagai pemimpin rohani tetapi juga sebagai kepala negara.
Kita beralih pada persoalan ajaran Islam. Pada fase Madinah ini ajaran Islam merupakan kelanjutan dari dakwah fase Mekkah. Bila pada fase Mekkah, ayat tentang hukum belum banyak diturunkan, maka pada fase Madinah kita mendapati ayat hukum mulai turun melengkapi ayat yang telah ada sebelumnya. Ini bisa dipahami mengingat hukum bisa dilaksanakan bila komunitas telah terbentuk. Juga dapat dicatat kemajemukan komunitas Madinah turut mempengaruhi ayat hukum ini. Satu contoh menarik pada peristiwa kewajiban zakat dan pelarangan riba. Setting sosio-ekonomi Madinah yang dikuasai oleh Yahudi memerlukan sebuah “perlawanan” dalam bentuk zakat (untuk pemerataan ekonomi di kalangan muslim) dan pelarangan riba. Yang terakhir ini membawa implikasi baik secara ekonomi maupun politik bagi praktek riba kaum Yahudi.
Bukan hanya ayat hukum saja yang berangsur-angsur “sempurna”, juga ayat tentang etika, tauhid dan seluruh elemen ajaran Islam berangsur-angsur mendekati titik kesempurnaan, dan mencapai puncaknya. Setelah Nabi wafat, dimulailah era Khulafa’ al-Rasyidin. Tidak dapat dipungkiri, di Madinah Islam sempurna dan disinilah awal sebuah peradaban yang dibangun oleh umat Islam mulai tercipta.
Hijrahnya Rasul saw dari Mekkah ke Madinah adalah bukan kekalahan semata bukan karena ketakutan Rasul akan ancaman pembesar-pembesar Quraisy seperti Abu Lahab. Allah swt secara tidak langsung menyelamatkan nabi Muhammad saw dari kehidupan masyarakat mekkah yang jahiliyah dan menolak Islam dan meninjukkan pada umat yang lain yang ada di Madinah yang dapat menyambut datangnya agama Islam sehingga menjadi kekuatan suatu negara yaitu negara Islam. Maka dari itu disana Rasul saw mendirikan kekuatan dan pembangunan sitem Islam yang dipakai sebagai sistem dasar di madinah. Banyak terjadi perjanjian setelah itu antara musyrik mekkah dengan muslimin madinah seperti contoh perjanjian huadibiyah maka dari itu sebenarnya bahwa musyrik mekkah telah mengakui kekuatan umat muslim di madinah sampai mereka membuat perjanjian-perjanjian tersebut samapi terjadinya Fathu Mekkah.
terimakasih mas, sangat membantu
nitip www.rangkumanmakalah.com
saya bisa mengkopi maz.. buat makalah. nitip http://sejarahislamarab.blogspot.com/